PANDUAN PELAKSANAAN KONSELING KELOMPOK
BAB I
ETIKA DALAM KONSELING
KELOMPOK
Etika tidak bersifat absolut.
Etika bisa berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan budaya. Jika
tidak demikian, etika-etika bisa menjadi penghambat dan bukan lagi sebagai
suatu penuntun untuk pengembangan kerja dan pengembangan diri. Karena ada
beberapa etika yang bersifat universal (tidak berubah) dalam bidang hubungan
antar manusia, kode etik untuk bidang tersebut diterima sepanjang waktu.
KEPEMIMPINAN KELOMPOK
Bab ini tidak berfokus pada pelatihan
kepemimpinan kelompok karena standar-standar pelatihan harus menggambarkan
tujuan disiplin kerja dengan yang para pimpinan identifikasi. Sementara
pelatihan praktisi-praktisi kelompok menerima perhatian yang lebih dalam dalam
literatur ini, kebutuhan akan petunjuk-petunjuk yang jelas dan sederhana akan
diberikan. Ada
kekurangan standar yang dtrumuskan dengan baik untuk pelatihan para
praktisi-praktisi kelompok untuk bisa menjalankan fungsinya pada berbagai
tingkat keahlian dalam berbagai latar belakang yang berbeda. Tetapi ada
beberapa elemen yang berkaitan dengan pimpinan untuk yang mana
petunjuk-petunjuk diindikasikan. Dengan memandang positif pada kompetensi
pimpinan, petunjuk-petunjuk ini bisa sangat berguna dan membantu bagi semua
atau sebagian besar pimpinan kelompok. Petunjuk-petunjuk tersebut adalah
sebagai berikut:
1.
Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai kode
etik yang diterima secara umum.
2.
Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai bukti
telah mengikuti pelatihan yang setaraf dengan praktek kelompok.
3.
Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai bukti
bahwa kepemimpinannya efektif (data pasca pelatihan dan tindak lanjut setiap
anggota menunjukkan bahwa mereka telah mendapat keuntungan menjadi anggota
pimpinan kelompok tersebut).
4.
.Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai model
konseptual yang baik untuk menjelaskan perubahan-perubahan tingkah laku.
5.
Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai
sertifikat-sertifikat, surat ijin-surat ijin dan bukti kualifikasi lainnya yang
diperlukan yang secara umum diterima oleh disiplin ilmunya (B-7).
6.
Pimpinan kelompok yang tidak mempunyai surat
mandat kerja (professional credentials) seharusnya melaksanakan tugas dibawah
pengawasan (supervisi) seseorang yang berkualitas dalam bidang kerja tersebut.
7.
Pimpinan kelompok seharusnya menghadiri/mengikuti
kursus-kursus penyegaran kembali, lokakarya dan sebagainya untuk meningkatkan
keterampilan dan keahliannya serta mendapatkan evaluasi dari orang lain tentang
keterampilan dan kerjanya.
8.
Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai
serangkaian aturan dasar yang jelas yang menuntunnya dalam melaksanakan tugas
kepemimpinan.
9.
Pimpinan kelompok seharusnya paham benar akan
undang-undang dan hukum-hukum yang mengatur segala yang bersifat rahasia dan
mengetahui situasi dan kondisi yang mana rahasia-rahasia tersebut harus
dibocorkan.
10.
Pimpinan kelompok seharusnya tidak memihak
salah satu anggota yang mempunyai hubungan yang tidak baik dengan anggota
lainnya (B-5).
11.
Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai
pemahaman yang jelas, yang dikembangkan dari literatur-literatur hukum dan
kerja, tentang hak-hak klien dan seharusnya mengetahui bagaimana klien-klien
tersebut bisa dilindungi. Pimpinan seharusnya melindungi anggota dari
ancaman-ancaman fisik, intimidasi, cercaan dan tekanan teman sejawat. (B-1)
12.
Pimpinan kelompok seharusnya mengetahui
permintaan dan harapan lembaga dimana kelompok tersebut berada dengan
memperhatikan loyalitas dan kerahasiaan.
13.
Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai rencana
yang jelas untuk identifikasi dan intervensi dengan para pasien yang berbahaya
dan berusaha bunuh diri yang memenuhi syarat-syarat hukum.
REKRUTMEN PESERTA KELOMPOK
Standar kerja seperti yang dijelaskan secara detail
dalam disiplin pimpinan kelompok seharusnya dipenuhi dalam rekrutmen anggota
kelompok. Seringkali petunjuk-petunjuk ini bersifat lebih eksplisit untuk
lembaga-lembaga swasta tetapi tidak begitu eksplisit untuk rekrutmen anggota-anggota
dengan latar belakang institusional seperti sekolah-sekolah, organisasi usaha
dan organisasi industri. Beberapa petunjuk yang berlaku untuk kedua latar
belakang diatas adalah sebagai berikut:
1.
Pengumuam seharusnya meliputi pernyataan
eksplisit tujuan kelompok, panjang dan jangka waktu program serta jumlah
partisipan/peserta.
2.
Pengumuman seharusnya meliputi pernyataan
eksplisit tentang kualifikasi pimpinan untuk memimpin kelompok-kelompok yang
dimaksud.
3.
Pengumuman seharusnya meliputi pernyataan
eksplisit tentang honor pimpinan yang merinci jumlah-jumlah untuk jasa kerja,
makan, penginapan, materi dan sejenisnya dan juga jumlah untuk jasa lanjutan.
4.
Anggota kelompok seharusnya dipaksa untuk
masuk daiam suatu kelompok oleh para superior (senior) atau pimpinan kelompok.
5.
Pernyataan tidak puas yang tidak bisa
ditunjukkan dengan bukti ilmiah seharusnya tidak dibuat.
Lihat
The American Psychological Association's "Ethical Principles of
Psychologists" dalam daftar pustaka untuk pemahaman lebih lanjut tentang
pengumuman-pengumuman atau iklan-iklan yang bersifat umum.
PENYARINGAN PESERTA
KELOMPOK
Semenjak
ada bukti bahwa tidak setiap orang bisa mengambil keuntungan dari suatu
pengalaman kelompok, pimpinan seharusnya memberlakukan beberapa bentuk prosedur
penyaringan untuk memastikan bahwa calon anggota kelompok memahami apa yang
akan diharapkan darinya dan untuk menyeleksi para anggota yang bisa mengambil
keuntungan dari program tersebut untuk dirinya sendiri dan partisipan lain.
Beberapa petunjuk umum untuk memastikan bahwa kondisi-kondisi/syarat-syarat ini
terpenuhi adalah:
1.
Calon anggota kelompok seharusnya dihargai
atas kemampuannya mendapatkan keuntungan-keuntungan tertentu dari program
(pengalaman) tersebut. Anggota-anggota yang terlihat tidak potensial lebih baik
tidak dimasukkan dalam kelompok tersebut. The American Medical Association's
Council on Mental Health memberi batasan-batasan mereka yang terlihat tidak
potensial dalam mengikuti pelatihan: (a) orang-orang yang benar-benar gila dan
orang-orang yang mengalami gangguan tidak bisa menerima
kenyataan;(b)orang-orang yang mengalami ketidakseimbangan mental disertai
gangguan badaniah; ©orang-orang yang mempunyai sejarah kelabilan emosi dan
masih terlihat kentara; (d)orang-orang yang melawan rasa stress dengan
kompensasi psikologi; dan (e) orang-orang yang ada dalam masa krisis.
(1971:1854). (Kecuali untuk b, individu-individu ini juga bisa mengikuti
konseling kelompok, terapi kelompok dan terapi kelompok pura-pura).
2.
Calon anggota kelompok seharusnya diinformasikan
bahwa keikutsertaannya harusiah bersifat sukarela. (Jika ada perkecualian,
harus didata secara lengkap).
3.
Calon anggota kelompok seharusnya diberi tahu
tentang apa yang diharapkan dari mereka, resiko-resiko apa yang mungkin muncul
dan teknik-teknik apa yang pimpinan akan gunakan.
4.
Calon anggota kelompok seharusnya diberitahu
bahwa mereka mempunyai kebebasan untuk keluar dari kelompok tersebut.
5.
Calon anggota kelompok seharusnya diberi tahu
bahwa mereka mempunyai kebebasan untuk menolak saran atau nasehat dari pimpinan
dan anggota-anggota kelompok.
6.
Calon anggota kelompok seharusnya diberitahu
apakah kerahasiaan merupakan suatu syarat untuk keanggotaan kelompok atau
tidak. (Biasanya hal ini akan diberitahukan dalam terapi, konseling dan
kelompok-kelompok eksperimen, walaupun kerahasiaan yang benar-benar tidak bisa
dijamin).
7.
Calon anggota kelompok seharusnya
diinformasikan secara jelas tentang bidang-bidang atau hal-hal apa yang
pimpinan kelompok nyatakan sebagai hal yang tidak rahasia (sebagai contoh, kedekatan
anggota kelompok dengan yang lainnya).
8.
Calon anggota kelompok seharusnya diberitahu
tentang riset apapun yang mungkin diselenggarakan berdasarkan kelompok tersebut
dan pernyataan atas kesediaanya dinyatakan secara tertulis.
9.
Calon anggota kelompok harus diberitahu
tentang perekaman session kelompok dan konsentrasi mereka untuk perekaman
tersebut harus maksimal. Selanjutnya, mereka juga diberitahu bahwa mereka bisa
menghentikan perekaman pada bagian-bagian tertentu dimana mereka menganggap hal
tersebut seharusnya tidak diketahui oleh peserta lain.
10.
Calon anggota kelompok seharusnya disangsikan
untuk menentukan apakah mereka berada dalam perlakuan yang sama dengan yang
lainnya.
11.
Calon anggota kelompok seharusnya diberitahu
bahwa pimpinan mungkin perlu memindahkan mereka dari kelompok tersebut jika
pimpinan menilai mereka diganggu atau mengganggu yang lainnya.
12.
Biasanya, para senior tidak ditempatkan dalam
kelompok yunior.Sebagai contoh, siswa seharusnya tidak ditempatkan dalam
kelompok terapi/konseling yang sama dengan gurunya atau yang lainnya yang
mempunyai kontrol evaluasi terhadap siswa-siswa
13.
Literatur menyarankan pemberitahuan tentang
kapan anggota harus berkonsentrasi secara penuh untuk bisa mencapai
tujuan-tujuan yang diharapkan, mengenali resikoresiko dan batasan-batasan yang
ada sehingga kesalahan pahaman bisa dihindari.
14.
Jika kelompok tersebut terdiri dari
orang-orang yang belum dewasa, pimpinan kelompok seharusnya paham betul akan
undang-undang dan hukum yang berkaitan dengan perlunya peranan orang tua dan
tentang ciri-ciri khusus orang-orang-orang yang belum dewasa. Peranan orang tua
seharusnya dianggap sebagai alasan etika.
KERAHASIAAN
1.
Pemimpin kelompok seharusnya menahan diri dan
membuka data identitas anggota-anggota kelompok yang tidak perlu ketika mencari
konsultasi. Pimpinan seharusnya membahas kelompok atau individu-individu
tersebut hanya untuk tujuan kerja.
2.
Semua data yang didapat dari anggota kelompok
untuk tujuan riset harus didapatkan hanya setelah anggota-anggota kelompok
tersebut memberikan ijin tertulisnya.
3.
Pimpinan kelompok harus menyamarkan semua data
yang mengidentifikasi anggota-anggota kelompok jika itu dipakai dalam publikasi
4.
Pimpinan kelompok secara berkala seharusnya
mengingatkan anggota kelompok tentang pentingnya kerahasiaan dalam kelompok
konseling, terapi, dan terapi kuasi.
5.
Pimpinan kelompok seharusnya memberitahu
anggota-anggota kelompok tentang batasan-batasan hukum kerahasiaan pimpinan dan
anggota kelompok lainnya.
6.
Pimpinan kelompok seharusnya tahu bagaimana
rekaman klien ditangani, oleh siapa, berapa lama rekaman tersebut harus
disimpan, dimana rekaman data tersebut disimpan, siapa yang akan memberi
penilaian atas rekaman tersebut dan apa yang akan terjadi dengan rekaman data
tersebut disuatu saat nanti.
7.
Pimpinan kelompok seharusnya mengetahui apakah
klien telah membuat catatan tertulis dan prosedur apa yang digunakan klien
tersebut untuk membuat catatan.
8.
Catatan-catatan seharusnya tidak disebarluaskan
secara luas tanpa pemberitahuan dan ijin dari klien.
9.
Jika komputer yang digunakan untuk menyimpan
data atau dalam cara/ media apapun yang anggota kelompok diidentifikasi,
kehati-hatian harus dilakukan untuk memastikan data tersebut tidak terbaca oleh
orang yang tidak bersangkutan. Ancaman akan kerahasiaan dengan penggunaan
komputer harus dipahami.
10.
Jika sistem ganti rugi pihak ketiga digunakan,
beri informasi seminim mungkin. Jangan pernah mengirimkan catatan lengkap dan
menginformasikan klien tentang pemberian informasi yang ada pada
perusahaaperusahaan asuransi.
11.
Pastikan untuk merusak atau menghapus
audiotape dan/atau videotape.
12.
Pimpinan kelompok harus
memahami tingkat kerahasiaan yang mereka janjikan pada anak.
PENGHENTIAN
DAN TINDAK LANJUT
Kritik utama tentang
penghentian dan tindak lanjut penangan kelompok konseling, terapi dan
terapi-kuasi adalah pengehentian dalam jangka pendek dan tidak ada tindak
lanjut yang diberikan. Situasi ini seringkali terjadi apabila pimpinan kelompok
luar kota memberi pelatihan dan terapi pada suatu lokakarya. Karena pimpinan
hanya hadir untuk lokakarya tersebut, ia tidak paham betul dengan sumber-sumber
daya lokal dan tidak bisa membuat penyelesaian yang memuaskan. Dan karena
pimpinan seringkali tidak merencanakan kunjungan kembali sebagai upaya tindak
lanjut, para peserta tetap pada kondisinya. Maka dari itu perlu diberikan
petunjuk-petunjuk untuk penanganan situasi semacam ini. Adapun
petunjuk-petunjuk tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Pimpinan kelompok seharusnya merencanakan
upaya tindak lanjut bagi kelompok jangka pendek yang mempunyai keterbatasan
waktu.
2.
Pimpinan kelompok seharusnya tahu dan
mempunyai komitmen dari seorang profesional yang berkualitas kepada siapa ia
bisa mengarahkan para peserta kelompok apabila pimpinan tersebut tidak dapat
melanjutkan keterlibatannya secara profesional.
3.
Para peserta kelompok seharusnya diberitahu
tentang nara sumber yang kompeten sehingga mereka bisa datang menemuinya
apabila mereka membutuhkan bantuan.
KELOMPOK TANPA PEMIMPIN
Sampai ada bukti penefitian yang mendukung kelompok
terapi dan terapi-kuasi tanpa adanya beberapa pimpinan kerja seharusnya
diminimalkan. Khususnya, kelompok-kelompok yang diarahkan dengan instruksi
audiotape seharusnya tidak diperbolehkan jika tidak ada seorang pimpinan yang
profesional memonitor kelompok tersebut. Batasan-batasan ini tidak diperlukan
lagi karena ada bukti yang didapat dalam penelitian Liberman, Yalom, dan Miles
(1973) bahwa kelompok tanpa pemimpin juga efektif. (Saran-saran ini sepertinya juga membatasi penggunaan kelompok swadaya
seperti AA dan Synanon. Ini dibenarkan hanya apabila tidak ada bukti yang
mendukung kelompok swadaya yang ditemukan sebelumnya).
PROSEDUR
UMUM UNTUK MENANGANI TINDAKAN YANG TERCELA, YANG TIDAK SESUAI DENGAN KODE ETIK
Biasanya ada prosedur-prosedur
tertentu yang ditetapkan oleh gabungan profesional untuk mengatur anggotanya. Kode etik atau standar etika ini tidak hanya
merupakan instrumen tetapi juga merupakan kriteria hukum. Maka dari itu kode
etik mengatur para profesional untuk mengetahui tanggungjawab etikanya dan
menjalankannya dengan baik. Hamptrsemua kode etik juga memberikan prosedur yang
harus diikuti apabila ada seseorang yang terbukti melakukan tindakan yang
tercela, tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik yang ada.
Pada umumnya, seseorang seharusnya terlebih dahulu
melindungi klien yang terpengaruh oleh tindakan-tindakan yang tercela. Dengan
menganggap bahwa klien tersebut tidak membahayakan dalam jangka waktu tertentu,
klien tersebut seharusnya diberitahu atas tindakannya yang dianggap tidak etis
dan seharusnya diminta untuk memperbaikinya. Jika klien tersebut menolak untuk
memperbaikinya, maka pimpinan seharusnya membuat catatan khusus. Ethical
Guidelines for Group Leaders (Panduan Etika untuk Para Pimpinan Kelompok) yang
diterbitkan oleh Association for Specialists in Group Work memberikan tindakan
yang seharusnya diambil apabila pelanggaran terhadap kode etik dilakukan.
Petunjuk tersebut disimpulkan dari investigasi yang dilakukan Komite ASGN dan
saran-saran yang diberikan dalam dengar pendapat dihadapan Komite yang sama.
Dengan pendapat tersebut seharusnya sesuai dengan kebijaksanaan AACD dan
prosedur-prosedur untuk menangani masalah-masalah pelanggaran kode etik.
KES1MPULAN
Bab ini berisi beberapa petunjuk etika untuk kerja
kelompok, khususnya bagi mereka yang memimpin kelompok-kelopok konseling,
terapi dan terapi-kuasi. Petunjuk ini dibuat berdasarkan pada peninjauan
kembali secara hati-hati dan saksama atas literatur-literatur yang ada dan juga
pada survey kuesioner yang dikirim pada gabungan-gabungan kerja dan masyarakat
tertentu.
Tinjauan pustaka menunjukkan bahwa berbagai gabungan
kerja membuat sejumlah petunjuk yang diberikan/ditujukan pada para anggotanya,
khususnya untuk kelompok-kelompok konseling, terapi, dan terapi-kuasi.
Bab ini mulai dengan definisi tentang kerja kelompok
dan etika-etika kerja kelompok dan memberikan juga daftar kondisi/ketentuan
Lakin's untuk para anggota dalam kelompok eksperimen. Selanjutnya,
petunjuk-petunjuk untuk pelaksanaan kode etik-kode etik yang ada diberikan
dibawah sub topik berikut: kepemimpinan kelompok, kerahasiaan, penghentian dan
tindak lanjut, kelompok tanpa pimpinan, dan prosedur-prosedur umum untuk
menangani tindakan-tindakan yang tercela, yang tidak sesuai dengan kode etik.
BAB
III
DINAMIKA
KELOMPOK
A. Pengertian dinamika
Kelompok.
Dinamika kelompok menunjukkan
seperangkat konsep yang dapat dipergunakan untuk menggambarkan proses
kelompok.Dinamika kelompok bersifat deskriptif, yang berarti tidak ada dinamika kelompok yang “ baik” atau yang” buruk”.Dinamika
kelompok merupakan pengetahuan yang mempelajari gerak atau tenaga yang
menyebabkan gerak itu sendiri. Dinamika kelompok adalah pengetahuan yang mempelajari
masalah-masalah kelompok.Jadi dinamika kelompok mencoba menerangkan
perubahan-perubahan yang terjadi dalam kelompok dan mencoba menem,ukan serta
mempelajari keadaan dan gaya yang dapat mempengaruhi kehidupan kelompok.
Menurut A.A Goldberg dan Carl
E.Larson(1985), dinamika kelompok merupakan suatu studi terhadap berbagai aspek
tingkah laku. Floyd D.Ruch mendiskripsikan dinamika kelompok adalah analisis
dari relasi-relasi kelompok sosial, yang berdasarkan prinsip bahwa tingkah laku
dalam kelompok itu adalah hasil interaksi yang dinamis antara individu dan
situasi sosial. Jenkins(1961), mendefinisikan
dinamika kelompok sebagai kekuatan
di dalam kelompok yang menentukan
perilaku kelompok dan anggotanya agar tercapai tujuan kelompok.
Cartwright&Zender (1967:7), mendiskripsikan dinamika kelompok sebagai suatu
bidang terapan yang dimaksudkan untuk
peningkatan pengetahuan tentang sifat atau ciri kelompok, hukum perkembangan ,
interelasi dengan anggota, dengan kelompok lain, dan lembaga-lembaga yang lebih
besar. Jacobs,Jarvill&Masson, menyatakan bahwa dinamika kelompok mengacu kepada sikap dan interaksi pemimpin
dan anggota-anggota kelompok. Gladding (1995), menggambarkan dinamika
kelompok sebagai kekuatan dalam kelompok yang mungkin menguntungkan atau
merugikan. Dinamika kelompok mengarahkan
sinergi dari semua faktor yangbada dalam suatu kelompok.Dinamika kelompok
merupakan jiwa yang menghidupkan dan menghidupi suatu kelompok(
(Prayitno,1995:23).
Dinamika kelompok mengarahkan anggota
kelompok untuk melakukan hubungan interpersonal satu sama lain. Jalinan
hubungan interpersonal merupakan wahana bagi para anggota untuk saling berbagi
pengetahuan, pengalaman, dan bahkan perasaan satu sama lain sehingga
memungkinkan terjadinya proses belajar di dalam suatu kelompok yang kohesif.
Kelompok kohesif adalah kelompok yang stabil, produktif mengerjakan tugas atau
tujuan yang diharapkan, dan bersifat menarik bagi para angotanya. Lakin (1976,
dalam Gazda,1984:56) mendiskripsikan kelompok kohesif sebagai ekspresi kolektif
dari pemilikan pribadi.Kekohesifan kelompok memperlihatkan sebagai berikut (1)
mengikat anggota secara emosional pada tugas-tugas satu sama lain,(2)
memastikan stabilitas yang tinggi dari anggota bahkan dalam menghadapi keadaan
yang mengecewakan, dan (3) mengembangkan sebuah batasan pembagian dari
referensi antar anggota kelompok.
B. Faktor-Faktor Kuratif
dalam Konseling Kelompok
Menurut Yalom(1985), ada sebelas
kategori utama faktor kuratif dalam konseling , yaitu pembinaan harapan,
universalitas, pemberian informasi, altruisme, pengulangan korektif keluarga
asal, pengembangan teknik sosialisasi, peniruan tingkah laku, belajar
berhubungan dengan pribadi lain, rasa kebersamaan, katarsis, dan eksistensial.
Selain kesebelas faktor tersebut, Butler dan Fuhrman(1983) menambahkan satu
faktor yaitu penerimaan diri. Kedua peneliti menemukan ada empat faktor yang
secara konsisten muncul dalam setiap konseling kelompok, yaitu pemahaman diri,
katarsis, belajar berhubungan dengan pribadi lain dan kohesivitas.
1.
Pembinaan Harapan
Pembinaan dan pemeliharaan harapan adalah sangat
penting. Seseorang dengan harapan tinggi bahwa ia akan memperoleh pertolongan
selama dalam konseling mempunyai hubungan positif yang signifikan dengan
hasilnya. Makin tinggi taraf harapan dan kepercayaan klien terhadap
keberhasilan konseling, maka akan tinggi pula taraf perubahannya.
2.
Universalitas
Klien yang datang ke konseling kelompok dengan pikiran bahwa masalah yang
dihadapinya adalah unik yang hanya
diderita olehnya. Setelah mendengar bahwa anggota lain dan ternyata memiliki
masalah, pikiran, fantasi dan impuls senada, klien merasa ia tidak sendiri
dalam pendritaannya. Kesamaan dalam masalah berikut kekhawatiran yang timbul
dan penuh penerimaan dari seluruh anggota yang disertai kelegaan emosional
disebut universalitas. Perasaan senasib meningkatkan rasa bersatu di dalam
kelompok dan meningkatkan kepercayaan terhadap kelompok.
3.
Pemberian Informasi
Di dalam tiap kelompok, pemberian informasi bersifat
didaktis yang dapat dilakukan oleh profesional maupun anggota. Informasi itu
dapat berupa cara belajar, cara menumbuhkan kepercayaan diri, topik kesehatan
mental, penyakit mental, psikodinamika umum. Nasihat, saran ataupun bimbingan
mengenai masalah kehidupan dapat diberikan oleh profesional atau anggota
kelompok lain.
4. Altruisme
Konseling kelompok merupakan tempat untuk melatih klien
menerima dan memberi. Di dalam konseling kelompok ia akan menemukan bahwa ia
dapat berperan penting untuk orang lain. Hal ini dapat meningkatkan harga
dirinya. Dalam proses konseling kelompok antar anggota kelompok akan saling
menolong. Mereka menawarkan dukungan, memberikan keyakinan, saran, insight, dan
saling membagi satu sama lain masalah serupa.
5. Pengulangan Korektif Keluarga Awal.
Konseling kelompok dalam banyak hal hampir sama dengan
susunan keluarga asal merupakan kesempatan bagi anggota untuk mengulang
konflik-konflik yang dialami ketika kecil secara singkat. Akan tetapi
pengalaman ini akan berbeda oleh karena sikap profesional dan anggota lain
tidak sama dengan keluarganya dulu. Ini memberi kesempatan klien mencoba
tingkah lakunya yang baru dalam
hubunganya dengan orang lain.
Jacobs,Harvill&Masson(1994:36), mengemukakan 16
faktor yang perlu diperhatikan dalam dinamika kelompok, yaitu (1) kejelasan
tujuan baik bagi anggota maupun pemimpin kelompok, (2) relevansi tujuan bagi
anggota kelompok, (3) ukuran kelompok, (4) lamanya waktu setiap sesi, (5)
frekuensi pertemuan, (6) tempat yang memadai, (7) ketepatan waktu pertemuan,
(8) sikap pemimpin kelompok, (9)
kelompok terbuka dan tertutup,(10) keanggotaan sukarela atau terpaksa,
(11) tingkat goodwill anggota kelompok, (12)
tingkat komitmen anggota kelompok, (13) tingkat kepercayaan
kelompok,(14) sikap anggota kelompok
terhadap pemimpin, (15) sikap pemimpin kelompok terhadap anggota, dan
pengalaman pemimpin kelompok dan kesiapan untuk berhubungan dengan kelompok.
Dinamika kelompok benar-benar akan terwujud dengan baik,
yaitu benar-benar hidup mengarah pada tujuan, dan membuahkan manfaat bagi
anggota, sangat ditentukan juga peranan anggota kelompok. Peranan yang dimaksud
adalah meliputi (a) membantu terbinanya suasana keakraban dalam hubungan antar
anggota kelompok; (b) mencurahkan segenap perasaan dalam kegiatan kelompok; (c)
berusaha agar yang dilakukannya membantu tercapainya tujuan bersama;(d)
membantu tersusunnya aturan kelompok dan berusaha mematuhinya dengan baik; (e)
benar-benar berusaha secara aktif ikut serta dalam seluruh kegiatan
kelompok;(f) mampu berkomunikasi secara terbuka, (g) berusaha membantu anggota
lain;(h) memberi kesempatan anggota lain untuk menjalankan peranannya;(i)
menyadari pentingnya kegiatan kelompok.
Peranan pemimpin kelompok penting dalam
mempersiapkan anggota kelompok untuk dapat
memerankan hal-hal tersebut diatas. Pemimpin kelompok memiliki peran
memberitahukan kepada anggota kelompok pada awal kegiatan kelompok, yaitu : (a)
tentang apa saja yang diharapkan dari para anggota, suasana khusus yang dapat
terjadi dalam kelompok itu; (b) bahwa keikutsertaan dalam kelompok itu adalah
serba sukarela; (c) bahwa anggota kelompok bebas menanggapi hal-hal y6ang
disampaikan atau menolak saran dari anggota lain; (d) bahwa hasil kegiatan
kelompok tidak mengikat para anggota kelompok itu dalam kehidupan mereka di
luar kelompok;(e) bahwa segala yang terjadi dan menjadi isi dari kegiatan
kelompok itu sifatnya rahasia.
Tampilan interaksi pada suatu hubungan sosial, perilaku
non verbal menampilkan lebih 50% pesan
yang dikomunikasikan. Menurut Vander Kolk, ada empat kategori perilaku non
verbal, yaitu sikap tubuh, interaksi dengan lingkungan, berbicara dan
penampilan fisik. Sedang Walter (1978) mengidentifikasi variasi emosi yang
sering ditampilkan sebagai ekspresi perilaku non verbal yaitu keputusasaan,
kegembiraan, ketakutan/kecemasan, permusuhan, pasif, ketergantungan, perlawanan
untuk belajar. Setiap ekspresi dapat diidentifikasi dari kondisi dalam gerakan
kepala, mimik muka, posisi mulut, kontak mata, gerakan tangan dan postur tubuh.
Perilaku komunikasi non verbal menggunakan waktu, tubuh,
media vokal dan lingkungan. Komunikasi non verbal digunakan untuk tujuan
mengekspresikan emosi, memberikan ilustrasi, mengubah atau memperkaya
kata-kata, mengatur partisipan, menipu, menampilkan bentuk perasaan serta memberikan umpan balik suatu hubungan
Perilaku verbal penting dalam dinamika kelompok, karena
menggambarkan perilaku setiap anggota kelompok berbicara. Apa yang dipikirkan,
dirasakan dan dilakukan. Cara anggota kelompok berkomunikasi verbal menunjukkan
kematangan dalam berpikir, mengelola emosi, bertindak dan bersosialisasi.
Perbedaan perilaku verbal dan non verbal
merupakan indikator adanya ambivalensi atau kebingungan dalam anggota kelompok.
Kelompok yang baik ialah apabila kelompok diwarnai
semangat yang tinggi, kerjasama yang
lancar dan mantap, komunikasi timbal balik baik, serta saling mempercayai antar
anggota kelompok. Ini akan terwujud apabila anggota saling bersikap sebagai
kawan, mengerti dan menerima secara positif tujuan bersama, dengan kuat
merasa setia kepada kelompok, serta mau
bekerja keras atau bahkan berkorban untuk kelompok. Suasana kelompok yang
terjadi dalam konseling kelompok diharapkan dapat merupakan dukungan bagi
pengembangan pribadi masing-masing anggota kelompok. Melalui dinamika kelompok setiap anggota
kelompok diharapkan akan mampu tegak sebagai individu yang sedang mengembangkan
kediriannya dalam hubungannya dengan orang lain.
C. Aplikasi Dinamika Kelompok
Dalam Konseling Kelompok Perkembangan
Stockon &Marron,(1982:70-71)
dalam survei kepemimpinan kelompok menemukan tipe kepemimpinan yang efektif,
yaitu (a) moderat secara keseluruhan stimulasi emosional,(b) kepedulian yang
sangat besar,(c) memiliki arti pemakaian, dan (d) moderat dalam menggambarkan
fungsi eksekutif. Pemimpin yang efektif ditemukan untuk mendorong keduanya
tetap hangat, hubungan yang sportif dan sebuah stimulasi emosional tingkat
tinggi.
Pemimpin yang tidak efektif
digambarkan sebagai agresif, otoriter, dan memperlihatkan kepedulian yang
rendah pada anggota kelompok, penutupan diri yang tinggi, lebih dari sekedar
egosentris.
Truax dan Carkhuff (1967:1),
menggambarkan seorang konselor efektif yang terintegrasi, tidak defensif, dan
otentik atau asli dalam kegiatan konseling atau terapeutik. Dalam studi model
kepemimpinan yang diterapkan pada kelompok terapi,Gruen(1977) menyimpulkan (a)
ketika pemimpin mengantisipasi dengan benar tema-tema kelompok, ada sebuah
pergerakan yang dapat dilihat, dan dengan sabar memberikan pandangan satu sama
lain; (b) ketika para pemimpin membuka secara keseluruhan moderat pada kontrol proses, perkembangan kelompok
melalui pemecahan masalah dapat diterima; dan (c) ketika interpretasi pemimpin
dapat menjangkau secara luas atau membuat hubungan yang sangat kuat daloam
sebuah kesempatan yang diberikan, perkembangannya dapat diterima, interpretasi
dari pasienpun meningkat, dan kelompok memperlihatkan kebersamaan semangat yang
tinggi ( Stockon &Marron,1982:71). Hasil dari penelitian disimpulkan, bahwa
pertama, pemimpin harus memiliki
kualitas peduli dan ekspresi diri yang diterapkan pertama kali oleh pemimpin
kelompok. Kedua, pemimpin haruslah
efektif atau kompeten. Ketiga, pemimpin harus mampu menempatkan rasa percaya
diri untuk model perilaku anggota. Keempat,
pemimpin harus tetap konsisten dengan model dan pola mereka pada intervensi
dalam konseling kelompok. Kelima,
perbedaan kepemimpinan di dalam wilayah-wilayah tertentu mungkin membuktikan
kepentingan yang lebih lanjut.
Lakin (1976) menyatakan delapan proses inti kelompok, sebagai berikut :
Pertama. Menetapkan dan mempertahankan
kekohesifan.
Kekohesifan diperlihatkan dengan (1) melibatkan anggota
secara emosional kepada tugas-tugas yang biasa sebagaimana satu sama lain,(2)
memastikan stabilitas yang sangat kuat pada kelompok, dan (3) mengembangkan
sebuah batasan pembagian referensi antara anggota kelompok yang menimbulkan
toleransi lebih untuk tujuan anggota yang berbeda jelas.Kelompok yang kohesif
adalah kelompok yang stabil dan produktif yang tujuan dan tugas-tugasnya telah
pasti.
Kedua, Menempatkan
kenyamanan dengan norma-norma kelompok.
Konsep penyusunan
norma memiliki relevansi khusus
dan ekuivalen dengan apa yang
diharapkan/diterima dalam kelompok. Norma tersebut mungkin eksplisit atau implisit. Idealnya menyusun norma
kelompok harus melihat kelompok itu sendiri, penerimaan norma berdasar
konsensus kelompok dan tidak dipaksakan
oleh pemimpin, terutama pada tahap awal, memberi kesempatan anggota untuk
dilibatkan pada perkembangan norma, masing-masing harus merasakan komitmen pada
norma tersebut.
Ketiga, Validasi
konseptual dari persepsi pribadi dan penggunaan umpan balik.
Lakin&Carson(1966) berpendapat bahwa banyak orang
mengalami kesulitan dalam hidup karena mereka menderita dari pandangan yang
tidak valid pada diri mereka sendiri.
Jacobs, menyarankan tiga metode umpan balik, yaitu: (1)
informasi yang ada pada perkembangan yang diharapkan tindakan yang positif dan
dihubungkan dengan akibat positif, (2) meningkatkan kredibilitas umpan balik
dengan menekankan pada pengirimnya, dan (3) mempergunakan bagian positif atau
negatif secara umum lebih efektif.
Keempat,
Ekspresi dari kesiapan emosional.
Kelompok konseling, membangun emosional yang ekspresif pada peserta. Giges
&Rosenfeld (1976) memperlihatkan bahwa ekspresi perasaan dalam sebuah
kelompok melibatkan keadaan berikut: kesadaran, keputusan, tindakan, kesadaran,
keputusan, reaksi. Secara umum ekspresi yang penuh memberikan secara khusus
kebutuhan pada ekspresi diri seseorang.
Kelima, Persepsi
kelompok yang berkaitan dengan masalah dan masukan untuk pemecahan masalah.
Kualitas yang unik pada kelompok konseling yaitu
merupakan bagian terkecil dari masyarakat. Keputusan kelompok seringkali lebih
baik daripada keputusan perseorangan, jika kelompok dilibatkan dalam pemecahan
masalah, keputusan nampak lebih efektif daripada yang dicapai dengan yang
diberikan/diserahkan oleh seorang
anggota atau bahkan pemimpin kelompok.
Keenam, Ekspresi
Pengaruh Kekuatan
Kesempatan bagi peserta untuk muncul dalam aturan
kepemimpinan ada dalam kelompok
konseling. Karena ada perbedaan pada masalah
personal dan interpersonal dalam kelompok, kebutuhan untuk keragaman
kebutuhan akan menyebabkan anggota kelompok memiliki kesempatan untuk
mempelajari pengaruh mereka pada lain waktu.
BAB IV
PROSES KONSELING KELOMPOK
Corey (1985:64-65) mengelompokkan tahapan proses
konseling kelompok menjadi empat tahap, yaitu tahap orientasi, tahap transisi,
tahap kerja, dan tahap konsolidasi. Jacobs,Harvill&Masson(1994:44),
mengelompokkan tahapan proses konseling kelompok menjadi tiga tahap, yaitu :
tahap permulaan, tahap pertengahan atau tahap kerja dan tahap pengakhiran atau
tahap penutupan. Gibson&Mitchel(1995:198-204) mengklasifikasikan proses
konseling kelompok ke dalam lima tahap, yakni tahap pembentukan, tahap
identifikasi, tahap produktifitas,tahap realisasi dan tahap terminasi.
Sedangkan Gladding mengklasifikasikan proses konseling kelompok menjadi empat
tahap, yaitu tahap permulaan kelompok, tahap transisi dalam kelompok, tahap
bekerja dalam kelompok, dan tahap terminasi kelompok.
A. Tahap
Permulaan ( Beginning Stage )
Pada pertemuan awal penting bagi konselor untuk
membentuk kelompok dan menjelaskan
tujuan konseling kelompok dengan istilah yang mudah dipahami siswa dalam kelompok. Kormanski &Mozenter
(1987, dalam Gladding,1995:80), menyatakan bahwa kelompok dapat berkembang dari
kesadaran lalu berlanjut pada pertentangan, kerjasama, produktifitas dan
berakhir perpisahan.
Dalam mempersiapkan anggota memasuki kelompok
Corey(1985,dalam Rochman N,1987), mengemukakan hal-hal penting yang perlu
dibahas konselor bersama calon anggota,
yaitu : (1) pernyataan yang jelas tentang tujuan kelompok,(2) deskripsi tentang
bentuk kelompok, prosedur dan peraturan mainnya,(3) kecocokan proses kelompok
dengan kebutuhan peserta, (4) kesempatan mencari informasi tentang kelompok
yang akan dimasukinya, mengajukan pertanyaan dan menjajagi hal-hal yang menarik
dalam kegiatan kelompok itu,(50 pernyataan yang menjelaskan pendidikan, latihan
dan kualifikasi pemimpin kelompok,(6) informasi biaya yang harus ditanggung
peserta, besarnya kelompok, banyaknya pertemuan, lama pertemuan, arah
pertemuan, serta teknik yang digunakan, (7) informasi tentang resiko psikologis
dalam kegiatan kelompok itu, (8) pengetahuan tentang keterbatasan kerahasiaan
dalam kelompok, yaitu pengetahuan tentang keadaan di mana kerahasiaan itu harus
dilanggar karena kepentingan bersama dan karena alasan hukum, etis, dan
profesional,(9) penjelasan tentang layanan yang dapat diberikan dalam kegiatan
kelompok itu,(10) bantuan dari pimpinan kelompok dalam mengembangkan
tujuan-tujuan pribadi peserta,(11) pemahaman yang jelas mengenai tanggungjawab
antara pimpinan kelompok dan peserta, dan (12) diskusi mengenai hak dan
kewajiban anggota kelompok.
Tahap ini merupakan tahap pengenalan, pelibatan diri
atau tahap memasukkan diri ke dalam kehidupan kelompok, tahap menentukan
agenda, tahap menentukan norma dan tahap penggalian ide dan perasaan.Dalam
tahap permulaan ini konselor perlu
melakukan (a) penjelasan tentang tujuan kegiatan,(b) penumbuhan rasa
saling mengenal antar anggota,(c) penumbuhan sikap saling mempercayai dan
saling menerima, dan (d) pembahasan tentang tingkah laku dan suasana perasaan
dalam kelompok.
1. Tahap Transisi ( Transition Stage ).
Transisi dimulai
dengan masa badai, yang mana anggota mulai bersaing dengan yang lain dalam
kelompok untuk mendapatkan tempat
kekuasaan dalam kelompok. Masa badai adalah masa munculnya perasaan kecemasan,
pertentangan, pertahanan, ketegangan, koflik, konfrontasi, transferensi. Dalam
masa ini anggota mulai resah atau tertekan yang menyebabkan tingkah laku mejadi
tidak sebagaimana mestinya.
Masa badai adalah masa munculnya konflik atau
kegelisahan saat kelompok beralih dari ketegangan primer ke ketegangan sekunder.
Selama masa ini, anggota kelompok terlihat gelisah dalam interaksinya dengan
sesama anggota. Kegelisahan berkaitan dengan ketakutan untuk lepas kontrol,
salah persepsi, terlihat bodoh atau ditolak. Beberapa anggota bereaksi dengan
diam sebagian lain terbuka mengemukakan kegelisahannya.
Masa transisi merupakan saat “perebutan kekuatan” antara
anggota kelompok dengan pemimpin kelompok. Ada beberapa bentuk kekuasaan dan
kekuatan dalam kelompok, yaitu kekuatan dan kekuasaan yang bersifat memberi
informasi, mempengaruhi dan mengatur.
Yang berkaitan dengan masalah kegelisahan, kekuasaan dan kekuatan,
dan kepercayaan antara anggota kelompok merupakan masalah yang berkaitan dengan
interaksi verbal. Masa ini merupakan masa produktif bagi anggota untuk memperbaiki
sosialisasinya di masa lalu yang tidak produktif, membuat pengalaman-pengalaman
baru dan menetapkan tempat dalam kelompok tersebut.
Beberapa cara umum untuk mengatasi bentuk-bentuk masalah
intrapersonal dan interpersonal selama masa ini adalah (1) menggunakan proses
peningkatan di mana anggota diminta berinteraksi secara bebas dan mantap, (2)
meminta anggota mengetahui apa yang sedang terjadi, (3) mendapatkan umpan balik
dari anggota tentang bagaimana mereka melakukan sesuatu dan apa yang mereka perlu.
2. Tahap Kegiatan ( Working Stage)
Tahap ini merupakan inti kegiatan konseling kelompok.
Tahap ini juga merupakan tahap sebenarnya dari konseling kelompok, yaitu para anggota memusatkan perhatian terhadap tujuan yang ingin dicapai, mempelajari materi-materi
baru, mendiskusikan berbagai topik, menyelesaikan tugas, dan mempraktekkkan perilaku-perilaku
baru. Tahap ini dianggap sebagai tahap paling produktif ditandai dengan keadaan
konstruktif dan pencapaian hasil. Selama tahap kegiatan, konselor dan anggota
kelompok merasa lebih bebas dan nyaman dalam mencoba tingkah laku baru dan
strategi baru, karena sudah terjadi saling mempercayai satu sama lain.
Pada tahap ini, hubungan antar anggota sudah mulai ada
kemajuan, sudah terjalin rasa saling percaya antara sesama anggota kelompok, rasa empati, saling
mengikat dan berkembang lebih dekat secara emosional, dan kelompok tersebut
akan menjadi kompak( kohesif). Kelompok yang kohesif ditandai adanya penerimaan
yang mendalam, keakraban, pengertian, di samping juga mungkin berkembang
ekspresi bermusuhan dan konflik. Pada kelompok kohesif yang paling penting adanya saling
ketergantungan anggota kepada anggota lain.
Penekanan utama pada tahap ini adalah produktifitas.
Anggota kelompok harus lebih produktif
dalam menyelesaikan tugas pribadi atau masalah dengan melakukan kerja sama yang
dinamis dan kondusif. Pada tahap ini dimungkinkan terjadi “ transference “ atau
“countertransference’ sebagai proses fundamental. Kegiatan kelompok yang
sesungguhnya ditandai oleh tingkatan moral yang tinggi dan rasa memiliki
kelompok yang tinggi pula. Dalam tahap ini juga, kelompok benar-benar sedang
mengarahkan kepada pencapaian tujuan. Kelompok berusaha menghasilkan sesuatu
yang berguna bagi para anggota kelompok. Konselor tetap tut wuri handayani,
terus-menerus memperhatikan dan
mendengarkan secara aktif, khususnya hal-hal atau masalah yang timbul dan kalau
dibiarkan akan merusak suasana kelompok.
Tahap ini disimpulkan berhasil bila semua solusi yang
mungkin telah dipertimbangkan dan diuji dapat diwujudkan. Solusi-solusi
tersebut harus praktis, dapat direalisasikan, dan pilihan akhir harus dibuat
setelah melalui perimbangan dan diskusi yang tepat.
D. Tahap
Pengakhiran ( Termination Stage )
Menurut Corey(1990), tahap penghentian atau pengakhiran
sama pentingnya seperti tahap permulaan sebuah kelompok. Pada tahap penghentian
pertemuan kelompok yang penting adalah bagaimana ketrampilan anggota, termasuk
konselor, dalam mentransfer apa yang telah mereka pelajari dalam kelompok ke
dalam kehidupannya di luar lingkungan kelompok, merefleksikan pengalaman mereka
di masa lalu, memproses kenangan, mengevaluasi apa yang telah mereka pelajari,
menyatakann perasaan yang bertentangan, dan membuat keputusan kognitif.
Dalam penghentian, ada masalah dan proses yang terjadi,
satu diantaranya adalah ambivalen emosional. Hampir selalu ada masalah-masalah
yang melibatkan “unfinished business”, transference, dan countertransference(
Kauff,1977 dalam Gladding,1995:146).
Pengakhiran kegiatan konseling kelompok tepat dilakukan pada saat
tujuan-tujuan individual anggota kelompok dan tujuan kelompok telah dicapai dan
perilaku baru telah dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari di luar kelompok.
Ketika kelompok memasuki tahap pengakhiran, kegiatan kelompok dipusatkan pada
pembahasan dan penjelajahan tentang apakah para anggota kelompok mampu
menerapkan hal-hal yang telah mereka pelajari dalam suasana kelompok, pada
kehidupan nyata mereka sehari-hari.
Pengakhiran konseling kelompok, hendaknya membuat kesan
positif bagi anggota kelompok. Untuk itu perlu kesempatan bagi anggota untuk mengemukakan
ganjalan-ganjalan yang mereka rasakan selama kegiatan berlangsung. Penghentian
terjadi pada dua tingkatan, yaitu pada akhir masing-masing sesi, dan pada akhir
dari keseluruhan sesi kelompok. Proses penghentian meliputi langkah-langkah :
(1) orientasi, (2) ringkasan,(3) pembahasan tujuan, dan tindak lanjut(
Epstein&Bishop,1981 dalam Gladding,1995:147).
Efek penghentian pada individu tergantung pada banyak
faktor. Apakah kelompok itu terbuka atau
tertutup, apakah anggotanya dipersiapkan untuk pengakhiranya, dan apakah
cepatnya dan intensitas kerja dalam kegiatan pada tahap yang tepat utuk
membiarkan anggota mengidentifikasi dengan benar dan memecahkan masalah yang
ada. Tingkah laku dari anggota kelompok pada akhir pertemuan memperlihatkan
bagaimana mereka berpikir dan perasaan mereka sebagaimana yang mereka telah
alami ( Luft,1984;Shulman,1992). Cara yang paling baik untuk setiap individu
mengakhiri sebuah kelompok adalah untuk memperlihatkan pada apa yang telah
mereka alami dan membuat jalan untuk awal baru di luar kelompok, tetapi
pencapaian dari keadaan ideal ini tidak selalu memungkinkan.
Selama tahap penghentian, sejumlah anggota mungkin
membutuhkan lebih banyak bantuan. Ada tiga pilihan produktif yang dapat
dipilih, yaitu :
1. Konseling individual, di mana kepedulian untuk dapat memberi
perhatian yang lebih besar.
B. Melihat pada kelompok dan organisasi lain, di mana bantuan yang
lebih spesifik dan spesialis dapat diharapkan, atau
C. Mendaur ulang, di mana individu dapat pergi melalui sebuah
pengalaman kelompok yang sama sekali lagi dan mempelajari pelajaran yang
tertinggal pada pertama kali ( Gladding,1995:149).
Kadang-kadang,
individu menghentikan kelompok
secara tiba-tiba atau pengalaman kelompok berakhir begitu saja karena tindakan
pemimpin kelompok. Kedua masalah itu adalah contoh-contoh penghentian
prematur dan mungkin menyebabkan
kesulitan bagi peserta ( Donigian&Malnati,1987). Ada batas-batas etika
untuk mengikuti masalah penghentian prematur berkaitan dengan alasan untuk
tindakan atau keadaan teoritikal pemimpin kelompok. Biasanya, tipe-tipe
penghentian prematur harus berhubungan dengan : (a) penghentian kelompok
sebagai satu kesatuan, (b) penghentian pada anggota kelompok yang berhasil, dan
(c) penghentian pada anggota kelompok yang tidak berhasil ( Yalom,1985).
Penghentian prematur dari kelompok keseluruhan mungkin
terjadi karena tindakan pemimpin kelompok atau anggota. Pemimpin kelompok
mungkin menghentikan kelompok secara prematur dengan tepat jika mereka sakit,
pergi/pindah, atau ditugaskan pada jabatan lain. Bagi individu atau kelompok,
penghentian prematur mungkin berkaitan dengan alasan yang tidak tepat atau
tepat, dan pengalaman keberhasilan atau kegagalan. Yalom (1985:233) membuat
daftar sejumlah alasan yang seringkali
diberikan oleh individu anggota kelompok yang meninggalkan psikoterapi dan
konseling kelompok secara prematur:
1.
faktor-faktor eksternal (
konflik penjadwalan atau tekanan eksternal ).
2.
ketidakcocokan ( anggota yang
tidak cocok dengan anggota lain ).
3.
masalah kedekatan.
4.
takut akan kontak emosional.
5.
ketidakmampuan untuk berbagi
dokter.
6.
komplikasi individu dan terapi
kelompok.
7.
provokator awal( tertutup,
penolakan yang kuat pada kelompok )
8.
orientasi yang tidak
terpengaruh pada terapi.
9.
komplikasi yang muncul dari
sub-kelompok.
A.
PROSES KONSELING KELOMPOK
Corey (1985:64-65) mengelompokkan tahapan proses
konseling kelompok menjadi empat tahap, yaitu tahap orientasi, tahap transisi,
tahap kerja, dan tahap konsolidasi. Jacobs,Harvill&Masson(1994:44),
mengelompokkan tahapan proses konseling kelompok menjadi tiga tahap, yaitu :
tahap permulaan, tahap pertengahan atau tahap kerja dan tahap pengakhiran atau
tahap penutupan. Gibson&Mitchel(1995:198-204) mengklasifikasikan proses
konseling kelompok ke dalam lima tahap, yakni tahap pembentukan, tahap
identifikasi, tahap produktifitas,tahap realisasi dan tahap terminasi.
Sedangkan Gladding mengklasifikasikan proses konseling kelompok menjadi empat
tahap, yaitu tahap permulaan kelompok, tahap transisi dalam kelompok, tahap
bekerja dalam kelompok, dan tahap terminasi kelompok.
A. Tahap Permulaan ( Beginning
Stage )
Pada pertemuan awal penting bagi
konselor untuk membentuk kelompok dan
menjelaskan tujuan konseling kelompok dengan istilah yang mudah dipahami
siswa dalam kelompok. Kormanski
&Mozenter (1987, dalam Gladding,1995:80), menyatakan bahwa kelompok dapat
berkembang dari kesadaran lalu berlanjut pada pertentangan, kerjasama,
produktifitas dan berakhir perpisahan.
Dalam mempersiapkan anggota memasuki
kelompok Corey(1985,dalam Rochman N,1987), mengemukakan hal-hal penting yang
perlu dibahas konselor bersama calon
anggota, yaitu : (1) pernyataan yang jelas tentang tujuan kelompok,(2)
deskripsi tentang bentuk kelompok, prosedur dan peraturan mainnya,(3) kecocokan
proses kelompok dengan kebutuhan peserta, (4) kesempatan mencari informasi
tentang kelompok yang akan dimasukinya, mengajukan pertanyaan dan menjajagi
hal-hal yang menarik dalam kegiatan kelompok itu,(50 pernyataan yang
menjelaskan pendidikan, latihan dan kualifikasi pemimpin kelompok,(6) informasi
biaya yang harus ditanggung peserta, besarnya kelompok, banyaknya pertemuan,
lama pertemuan, arah pertemuan, serta teknik yang digunakan, (7) informasi
tentang resiko psikologis dalam kegiatan kelompok itu, (8) pengetahuan tentang
keterbatasan kerahasiaan dalam kelompok, yaitu pengetahuan tentang keadaan di
mana kerahasiaan itu harus dilanggar karena kepentingan bersama dan karena
alasan hukum, etis, dan profesional,(9) penjelasan tentang layanan yang dapat
diberikan dalam kegiatan kelompok itu,(10) bantuan dari pimpinan kelompok dalam
mengembangkan tujuan-tujuan pribadi peserta,(11) pemahaman yang jelas mengenai
tanggungjawab antara pimpinan kelompok dan peserta, dan (12) diskusi mengenai
hak dan kewajiban anggota kelompok.
Tahap ini merupakan tahap pengenalan,
pelibatan diri atau tahap memasukkan diri ke dalam kehidupan kelompok, tahap
menentukan agenda, tahap menentukan norma dan tahap penggalian ide dan
perasaan.Dalam tahap permulaan ini konselor perlu melakukan (a) penjelasan tentang tujuan
kegiatan,(b) penumbuhan rasa saling mengenal antar anggota,(c) penumbuhan sikap
saling mempercayai dan saling menerima, dan (d) pembahasan tentang tingkah laku
dan suasana perasaan dalam kelompok.
D. Tahap Transisi (
Transition Stage ).
Transisi dimulai dengan masa badai, yang mana
anggota mulai bersaing dengan yang lain dalam kelompok untuk mendapatkan tempat kekuasaan dalam kelompok. Masa badai
adalah masa munculnya perasaan kecemasan, pertentangan, pertahanan, ketegangan,
koflik, konfrontasi, transferensi. Dalam masa ini anggota mulai resah atau
tertekan yang menyebabkan tingkah laku mejadi tidak sebagaimana mestinya.
Masa badai adalah masa munculnya
konflik atau kegelisahan saat kelompok beralih dari ketegangan primer ke
ketegangan sekunder. Selama masa ini, anggota kelompok terlihat gelisah dalam
interaksinya dengan sesama anggota. Kegelisahan berkaitan dengan ketakutan
untuk lepas kontrol, salah persepsi, terlihat bodoh atau ditolak. Beberapa
anggota bereaksi dengan diam sebagian lain terbuka mengemukakan kegelisahannya.
Masa transisi merupakan saat
“perebutan kekuatan” antara anggota kelompok dengan pemimpin kelompok. Ada
beberapa bentuk kekuasaan dan kekuatan dalam kelompok, yaitu kekuatan dan
kekuasaan yang bersifat memberi informasi, mempengaruhi dan mengatur. Yang
berkaitan dengan masalah kegelisahan, kekuasaan dan kekuatan, dan kepercayaan
antara anggota kelompok merupakan masalah yang berkaitan dengan interaksi verbal.
Masa ini merupakan masa produktif bagi anggota untuk memperbaiki sosialisasinya
di masa lalu yang tidak produktif, membuat pengalaman-pengalaman baru dan
menetapkan tempat dalam kelompok tersebut.
Beberapa cara umum untuk mengatasi
bentuk-bentuk masalah intrapersonal dan interpersonal selama masa ini adalah
(1) menggunakan proses peningkatan di mana anggota diminta berinteraksi secara
bebas dan mantap, (2) meminta anggota mengetahui apa yang sedang terjadi, (3)
mendapatkan umpan balik dari anggota tentang bagaimana mereka melakukan sesuatu
dan apa yang mereka perlu.
E. Tahap Kegiatan ( Working
Stage)
Tahap ini merupakan inti kegiatan
konseling kelompok. Tahap ini juga merupakan tahap sebenarnya dari konseling
kelompok, yaitu para anggota
memusatkan perhatian terhadap
tujuan yang ingin dicapai, mempelajari
materi-materi baru, mendiskusikan berbagai topik, menyelesaikan tugas, dan mempraktekkkan perilaku-perilaku
baru. Tahap ini dianggap sebagai tahap paling produktif ditandai dengan keadaan
konstruktif dan pencapaian hasil. Selama tahap kegiatan, konselor dan anggota
kelompok merasa lebih bebas dan nyaman dalam mencoba tingkah laku baru dan
strategi baru, karena sudah terjadi saling mempercayai satu sama lain.
Pada tahap ini, hubungan antar
anggota sudah mulai ada kemajuan, sudah terjalin rasa saling percaya antara
sesama anggota kelompok, rasa empati,
saling mengikat dan berkembang lebih dekat secara emosional, dan kelompok
tersebut akan menjadi kompak( kohesif). Kelompok yang kohesif ditandai adanya
penerimaan yang mendalam, keakraban, pengertian, di samping juga mungkin
berkembang ekspresi bermusuhan dan konflik. Pada kelompok kohesif yang paling penting adanya saling
ketergantungan anggota kepada anggota lain.
Penekanan utama pada tahap ini adalah
produktifitas. Anggota kelompok harus
lebih produktif dalam menyelesaikan tugas pribadi atau masalah dengan melakukan
kerja sama yang dinamis dan kondusif. Pada tahap ini dimungkinkan terjadi “
transference “ atau “countertransference’ sebagai proses fundamental. Kegiatan
kelompok yang sesungguhnya ditandai oleh tingkatan moral yang tinggi dan rasa
memiliki kelompok yang tinggi pula. Dalam tahap ini juga, kelompok benar-benar
sedang mengarahkan kepada pencapaian tujuan. Kelompok berusaha menghasilkan sesuatu
yang berguna bagi para anggota kelompok. Konselor tetap tut wuri handayani,
terus-menerus memperhatikan dan
mendengarkan secara aktif, khususnya hal-hal atau masalah yang timbul dan kalau
dibiarkan akan merusak suasana kelompok.
Tahap ini disimpulkan berhasil bila
semua solusi yang mungkin telah dipertimbangkan dan diuji dapat diwujudkan.
Solusi-solusi tersebut harus praktis, dapat direalisasikan, dan pilihan akhir
harus dibuat setelah melalui perimbangan dan diskusi yang tepat.
D. Tahap Pengakhiran (
Termination Stage )
Menurut Corey(1990), tahap
penghentian atau pengakhiran sama pentingnya seperti tahap permulaan sebuah
kelompok. Pada tahap penghentian pertemuan kelompok yang penting adalah
bagaimana ketrampilan anggota, termasuk konselor, dalam mentransfer apa yang
telah mereka pelajari dalam kelompok ke dalam kehidupannya di luar lingkungan
kelompok, merefleksikan pengalaman mereka di masa lalu, memproses kenangan,
mengevaluasi apa yang telah mereka pelajari, menyatakann perasaan yang
bertentangan, dan membuat keputusan kognitif.
Dalam penghentian, ada masalah dan
proses yang terjadi, satu diantaranya adalah ambivalen emosional. Hampir selalu
ada masalah-masalah yang melibatkan “unfinished business”, transference, dan
countertransference( Kauff,1977 dalam Gladding,1995:146). Pengakhiran kegiatan
konseling kelompok tepat dilakukan pada saat tujuan-tujuan individual anggota
kelompok dan tujuan kelompok telah dicapai dan perilaku baru telah dipraktekkan
dalam kehidupan sehari-hari di luar kelompok. Ketika kelompok memasuki tahap
pengakhiran, kegiatan kelompok dipusatkan pada pembahasan dan penjelajahan
tentang apakah para anggota kelompok mampu menerapkan hal-hal yang telah mereka
pelajari dalam suasana kelompok, pada kehidupan nyata mereka sehari-hari.
Pengakhiran konseling kelompok,
hendaknya membuat kesan positif bagi anggota kelompok. Untuk itu perlu
kesempatan bagi anggota untuk
mengemukakan ganjalan-ganjalan yang mereka rasakan selama kegiatan berlangsung.
Penghentian terjadi pada dua tingkatan, yaitu pada akhir masing-masing sesi,
dan pada akhir dari keseluruhan sesi kelompok. Proses penghentian meliputi
langkah-langkah : (1) orientasi, (2) ringkasan,(3) pembahasan tujuan, dan
tindak lanjut( Epstein&Bishop,1981 dalam Gladding,1995:147).
Efek penghentian pada individu
tergantung pada banyak faktor. Apakah kelompok itu terbuka atau tertutup, apakah anggotanya dipersiapkan
untuk pengakhiranya, dan apakah cepatnya dan intensitas kerja dalam kegiatan
pada tahap yang tepat utuk membiarkan anggota mengidentifikasi dengan benar dan
memecahkan masalah yang ada. Tingkah laku dari anggota kelompok pada akhir
pertemuan memperlihatkan bagaimana mereka berpikir dan perasaan mereka
sebagaimana yang mereka telah alami ( Luft,1984;Shulman,1992). Cara yang paling
baik untuk setiap individu mengakhiri sebuah kelompok adalah untuk
memperlihatkan pada apa yang telah mereka alami dan membuat jalan untuk awal
baru di luar kelompok, tetapi pencapaian dari keadaan ideal ini tidak selalu
memungkinkan.
Selama tahap penghentian, sejumlah
anggota mungkin membutuhkan lebih banyak bantuan. Ada tiga pilihan produktif
yang dapat dipilih, yaitu :
2.
Konseling individual, di mana
kepedulian untuk dapat memberi perhatian yang lebih besar.
3.
Melihat pada kelompok dan
organisasi lain, di mana bantuan yang lebih spesifik dan spesialis dapat
diharapkan, atau
4.
Mendaur ulang, di mana individu
dapat pergi melalui sebuah pengalaman kelompok yang sama sekali lagi dan
mempelajari pelajaran yang tertinggal pada pertama kali ( Gladding,1995:149).
Kadang-kadang, individu
menghentikan kelompok secara tiba-tiba atau pengalaman kelompok berakhir
begitu saja karena tindakan pemimpin kelompok. Kedua masalah itu adalah
contoh-contoh penghentian prematur dan
mungkin menyebabkan kesulitan bagi peserta ( Donigian&Malnati,1987). Ada
batas-batas etika untuk mengikuti masalah penghentian prematur berkaitan dengan
alasan untuk tindakan atau keadaan teoritikal pemimpin kelompok. Biasanya,
tipe-tipe penghentian prematur harus berhubungan dengan : (a) penghentian kelompok
sebagai satu kesatuan, (b) penghentian pada anggota kelompok yang berhasil, dan
(c) penghentian pada anggota kelompok yang tidak berhasil ( Yalom,1985).
Penghentian prematur dari kelompok
keseluruhan mungkin terjadi karena tindakan pemimpin kelompok atau anggota.
Pemimpin kelompok mungkin menghentikan kelompok secara prematur dengan tepat
jika mereka sakit, pergi/pindah, atau ditugaskan pada jabatan lain. Bagi
individu atau kelompok, penghentian prematur mungkin berkaitan dengan alasan
yang tidak tepat atau tepat, dan pengalaman keberhasilan atau kegagalan. Yalom
(1985:233) membuat daftar sejumlah alasan
yang seringkali diberikan oleh individu anggota kelompok yang
meninggalkan psikoterapi dan konseling kelompok secara prematur:
3.
faktor-faktor eksternal (
konflik penjadwalan atau tekanan eksternal ).
4.
ketidakcocokan ( anggota yang
tidak cocok dengan anggota lain ).
5.
masalah kedekatan.
6.
takut akan kontak emosional.
7.
ketidakmampuan untuk berbagi
dokter.
8.
komplikasi individu dan terapi
kelompok.
9.
provokator awal( tertutup,
penolakan yang kuat pada kelompok )
10.
orientasi yang tidak
terpengaruh pada terapi.
11.
komplikasi yang muncul dari
sub-kelompok.
1.
Tahapan
Pelaksanaan Bimbingan Kelompok Dan Konseling Kelompok
1)
Tahap
pembentukan.
Ø Pemimpin kelompok (PK ) menerima kehadiran anggota kelompok (AK) secara terbuka dan mengucapkan terima kasih atas kehadiran, kesediaan dan keikutsertaan dalam bimbingan
kelompok serta memperkenalkan life modeling yang hadir dalam
bimbingan kelompok.
Ø Memimpin Do’a: PK
mengingatkan pentingnya berdo’a dalam memulai setiap kegiatan.
Ø Menjelaskan pengertian dan tujuan bimbingan
kelompok dengan bahasa yang mudah difahami AK.
Ø Menjelaskan cara pelaksanaan bimbingan kelompok dengan jelas dan runtut, PK memberi kesempatan untuk bertanya,
sekiranya AK belum faham terhadap apa yang dijelaskan PK.
Ø Menjelaskan asas-asas bimbingan kelompok
(sukarela, terbuka, aktif, kegiatan, normatif, rahasia),
PK menjelaskan apa maksud asas-asas tersebut dan apa-apa yang harus disepakati
bersama.
Ø Kesepakatan waktu, PK
menjelaskan waktu ideal bimbingan kelompok berkisar 45-60 menit. Jika AK
mengusulkan waktu tambahan, PK secara bijaksana mampu mengarahkan tanpa
memaksakan kehendak.
Ø Perkenalan dilanjutkan dengan permainan, dimaksudkan untuk mengakrabkan dan menciptakan dinamika kelompok
dan suasana yang menggembirakan dan melibatkan life modeling.
Adapun permainan yang dilakukan disesuaikan dengan topik yang akan dibahas
dalam bimbingan kelompok, sehingga tanpa disadari PK menstimuli materi/ topik,
dalam hal ini aspek-aspek minat berwirausaha.
2) Tahap peralihan.
Ø Menjelaskan kembali kegiatan kelompok, PK mengingatkan kembali kegiatan yang akan dilakukan pada
pertemuan tersebut.
Ø Tanya jawab tentang kesiapan anggota kelompok untuk kegiatan
lebih lanjut.
Ø Mengenali suasana apabila anggota secara
keseluruhan/ sebagian belum siap untuk memasuki tahap berikutnya dan mengatasi
suasana tersebut, PK mencermati suasana dan mampu mengambil keputusan untuk
melanjutkan atau berhenti, sehingga AK benar-benar siap melangkah pada tahap
selanjutnya.
Ø Memberi contoh topik bahasan yang dikemukakan dan
dibahas dalam kelompok.
3) Tahap kegiatan.
Ø PK mengemukakan topik bahasan yang telah
dipersiapkan.
Ø PK Menjelaskan pentingnya topik
tersebut dibahas dalam kelompok, menstimuli AK agar
terbiasa menganalisa dan melatih AK agar mampu merespon secara tepat.
Ø PK menyerahkan waktu sepenuhnya untuk life modeling
menjawab langsung pertanyaan dan saling berdiskusi antara AK.
Ø Tanya jawab dengan life modeling tentang topik yang
dikemukakan PK.
Ø Segala pertanyaan muaranya langsung kepada life modeling, tanpa perantara/ diserahkan kembali dengan PK.
Ø Life modeling
menjawab pembahasan topik tersebut
secara tuntas, dengan tulus, terbuka dan memberi
kesempatan AK untuk terlibat aktif dalam pembahasan topik dengan tanya jawab
yang bersifat multi arah.
Ø Life modeling memotivasi AK dalam pembahasan topik dan
menyimpulkan mengenai topik yang telah dibahas.
Ø Life modeling
mengembalikan waktu kepada PK
Ø PK secara cermat mengamati perkembangan AK selama proses pembahasan
dan memberi ulasan mengenai topik yang telah dibahas.
4)
Tahap
pengakhiran.
Ø PK menjelaskan bahwa kegiatan bimbingan kelompok
akan diakhiri, dalam hal ini memberi kesempatan AK
setelah terkuras tenaga dan pikirannya dalam tahap kegiatan.
Ø PK melakukan penilaian untuk mengetahui keberhasilan layanan dengan
memberikan lembar penilaian segera
(UCA) secara tertulis kepada AK.
Ø PK menawarkan dan menstimuli AK untuk melakukan kegiatan lanjutan dengan
kesepakatan pada saat itu.
Ø PK mengucapkan Terimakasih atas kehadiran, perhatian, respon dan
keterlibatan AK, khususnya peran life modeling dalam pada tahap
sebelumnya.
Ø Berdo’a, PK mengingatkan kembali berdo’a untuk menutup pertemuan
tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar