Rabu, 15 Maret 2017

PANDUAN PELAKSANAAN KONSELING  KELOMPOK


BAB I
ETIKA DALAM KONSELING KELOMPOK

Etika tidak bersifat absolut. Etika bisa berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan budaya. Jika tidak demikian, etika-etika bisa menjadi penghambat dan bukan lagi sebagai suatu penuntun untuk pengembangan kerja dan pengembangan diri. Karena ada beberapa etika yang bersifat universal (tidak berubah) dalam bidang hubungan antar manusia, kode etik untuk bidang tersebut diterima sepanjang waktu.
KEPEMIMPINAN KELOMPOK
                Bab ini tidak berfokus pada pelatihan kepemimpinan kelompok karena standar-standar pelatihan harus menggambarkan tujuan disiplin kerja dengan yang para pimpinan identifikasi. Sementara pelatihan praktisi-praktisi kelompok menerima perhatian yang lebih dalam dalam literatur ini, kebutuhan akan petunjuk-petunjuk yang jelas dan sederhana akan diberikan. Ada kekurangan standar yang dtrumuskan dengan baik untuk pelatihan para praktisi-praktisi kelompok untuk bisa menjalankan fungsinya pada berbagai tingkat keahlian dalam berbagai latar belakang yang berbeda. Tetapi ada beberapa elemen yang berkaitan dengan pimpinan untuk yang mana petunjuk-petunjuk diindikasikan. Dengan memandang positif pada kompetensi pimpinan, petunjuk-petunjuk ini bisa sangat berguna dan membantu bagi semua atau sebagian besar pimpinan kelompok. Petunjuk-petunjuk tersebut adalah sebagai berikut:
1.          Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai kode etik yang diterima secara umum.
2.          Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai bukti telah mengikuti pelatihan yang setaraf dengan praktek kelompok.
3.          Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai bukti bahwa kepemimpinannya efektif (data pasca pelatihan dan tindak lanjut setiap anggota menunjukkan bahwa mereka telah mendapat keuntungan menjadi anggota pimpinan kelompok tersebut).
4.          .Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai model konseptual yang baik untuk menjelaskan perubahan-perubahan tingkah laku.
5.   Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai sertifikat-sertifikat, surat ijin-surat ijin dan bukti kualifikasi lainnya yang diperlukan yang secara umum diterima oleh disiplin ilmunya (B-7).
6.   Pimpinan kelompok yang tidak mempunyai surat mandat kerja (professional credentials) seharusnya melaksanakan tugas dibawah pengawasan (supervisi) seseorang yang berkualitas dalam bidang kerja tersebut.
7.   Pimpinan kelompok seharusnya menghadiri/mengikuti kursus-kursus penyegaran kembali, lokakarya dan sebagainya untuk meningkatkan keterampilan dan keahliannya serta mendapatkan evaluasi dari orang lain tentang keterampilan dan kerjanya.
8.   Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai serangkaian aturan dasar yang jelas yang menuntunnya dalam melaksanakan tugas kepemimpinan.
9.   Pimpinan kelompok seharusnya paham benar akan undang-undang dan hukum-hukum yang mengatur segala yang bersifat rahasia dan mengetahui situasi dan kondisi yang mana rahasia-rahasia tersebut harus dibocorkan.
10.                 Pimpinan kelompok seharusnya tidak memihak salah satu anggota yang mempunyai hubungan yang tidak baik dengan anggota lainnya (B-5).
11.                 Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai pemahaman yang jelas, yang dikembangkan dari literatur-literatur hukum dan kerja, tentang hak-hak klien dan seharusnya mengetahui bagaimana klien-klien tersebut bisa dilindungi. Pimpinan seharusnya melindungi anggota dari ancaman-ancaman fisik, intimidasi, cercaan dan tekanan teman sejawat. (B-1)
12.                 Pimpinan kelompok seharusnya mengetahui permintaan dan harapan lembaga dimana kelompok tersebut berada dengan memperhatikan loyalitas dan kerahasiaan.
13.                 Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai rencana yang jelas untuk identifikasi dan intervensi dengan para pasien yang berbahaya dan berusaha bunuh diri yang memenuhi syarat-syarat hukum.

REKRUTMEN PESERTA KELOMPOK
Standar kerja seperti yang dijelaskan secara detail dalam disiplin pimpinan kelompok seharusnya dipenuhi dalam rekrutmen anggota kelompok. Seringkali petunjuk-petunjuk ini bersifat lebih eksplisit untuk lembaga-lembaga swasta tetapi tidak begitu eksplisit untuk rekrutmen anggota-anggota dengan latar belakang institusional seperti sekolah-sekolah, organisasi usaha dan organisasi industri. Beberapa petunjuk yang berlaku untuk kedua latar belakang diatas adalah sebagai berikut:
1.                   Pengumuam seharusnya meliputi pernyataan eksplisit tujuan kelompok, panjang dan jangka waktu program serta jumlah partisipan/peserta.
2.                   Pengumuman seharusnya meliputi pernyataan eksplisit tentang kualifikasi pimpinan untuk memimpin kelompok-kelompok yang dimaksud.
3.                   Pengumuman seharusnya meliputi pernyataan eksplisit tentang honor pimpinan yang merinci jumlah-jumlah untuk jasa kerja, makan, penginapan, materi dan sejenisnya dan juga jumlah untuk jasa lanjutan.
4.                   Anggota kelompok seharusnya dipaksa untuk masuk daiam suatu kelompok oleh para superior (senior) atau pimpinan kelompok.
5.                   Pernyataan tidak puas yang tidak bisa ditunjukkan dengan bukti ilmiah seharusnya tidak dibuat.
Lihat The American Psychological Association's "Ethical Principles of Psychologists" dalam daftar pustaka untuk pemahaman lebih lanjut tentang pengumuman-pengumuman atau iklan-iklan yang bersifat umum.

PENYARINGAN PESERTA KELOMPOK
Semenjak ada bukti bahwa tidak setiap orang bisa mengambil keuntungan dari suatu pengalaman kelompok, pimpinan seharusnya memberlakukan beberapa bentuk prosedur penyaringan untuk memastikan bahwa calon anggota kelompok memahami apa yang akan diharapkan darinya dan untuk menyeleksi para anggota yang bisa mengambil keuntungan dari program tersebut untuk dirinya sendiri dan partisipan lain. Beberapa petunjuk umum untuk memastikan bahwa kondisi-kondisi/syarat-syarat ini terpenuhi adalah:
1.                   Calon anggota kelompok seharusnya dihargai atas kemampuannya mendapatkan keuntungan-keuntungan tertentu dari program (pengalaman) tersebut. Anggota-anggota yang terlihat tidak potensial lebih baik tidak dimasukkan dalam kelompok tersebut. The American Medical Association's Council on Mental Health memberi batasan-batasan mereka yang terlihat tidak potensial dalam mengikuti pelatihan: (a) orang-orang yang benar-benar gila dan orang-orang yang mengalami gangguan tidak bisa menerima kenyataan;(b)orang-orang yang mengalami ketidakseimbangan mental disertai gangguan badaniah; ©orang-orang yang mempunyai sejarah kelabilan emosi dan masih terlihat kentara; (d)orang-orang yang melawan rasa stress dengan kompensasi psikologi; dan (e) orang-orang yang ada dalam masa krisis. (1971:1854). (Kecuali untuk b, individu-individu ini juga bisa mengikuti konseling kelompok, terapi kelompok dan terapi kelompok pura-pura).
2.                   Calon anggota kelompok seharusnya diinformasikan bahwa keikutsertaannya harusiah bersifat sukarela. (Jika ada perkecualian, harus didata secara lengkap).
3.                   Calon anggota kelompok seharusnya diberi tahu tentang apa yang diharapkan dari mereka, resiko-resiko apa yang mungkin muncul dan teknik-teknik apa yang pimpinan akan gunakan.
4.                   Calon anggota kelompok seharusnya diberitahu bahwa mereka mempunyai kebebasan untuk keluar dari kelompok tersebut.
5.                   Calon anggota kelompok seharusnya diberi tahu bahwa mereka mempunyai kebebasan untuk menolak saran atau nasehat dari pimpinan dan anggota-anggota kelompok.
6.                   Calon anggota kelompok seharusnya diberitahu apakah kerahasiaan merupakan suatu syarat untuk keanggotaan kelompok atau tidak. (Biasanya hal ini akan diberitahukan dalam terapi, konseling dan kelompok-kelompok eksperimen, walaupun kerahasiaan yang benar-benar tidak bisa dijamin).
7.                   Calon anggota kelompok seharusnya diinformasikan secara jelas tentang bidang-bidang atau hal-hal apa yang pimpinan kelompok nyatakan sebagai hal yang tidak rahasia (sebagai contoh, kedekatan anggota kelompok dengan yang lainnya).
8.                   Calon anggota kelompok seharusnya diberitahu tentang riset apapun yang mungkin diselenggarakan berdasarkan kelompok tersebut dan pernyataan atas kesediaanya dinyatakan secara tertulis.
9.                   Calon anggota kelompok harus diberitahu tentang perekaman session kelompok dan konsentrasi mereka untuk perekaman tersebut harus maksimal. Selanjutnya, mereka juga diberitahu bahwa mereka bisa menghentikan perekaman pada bagian-bagian tertentu dimana mereka menganggap hal tersebut seharusnya tidak diketahui oleh peserta lain.
10.             Calon anggota kelompok seharusnya disangsikan untuk menentukan apakah mereka berada dalam perlakuan yang sama dengan yang lainnya.
11.             Calon anggota kelompok seharusnya diberitahu bahwa pimpinan mungkin perlu memindahkan mereka dari kelompok tersebut jika pimpinan menilai mereka diganggu atau mengganggu yang lainnya.
12.             Biasanya, para senior tidak ditempatkan dalam kelompok yunior.Sebagai contoh, siswa seharusnya tidak ditempatkan dalam kelompok terapi/konseling yang sama dengan gurunya atau yang lainnya yang mempunyai kontrol evaluasi terhadap siswa-siswa
13.             Literatur menyarankan pemberitahuan tentang kapan anggota harus berkonsentrasi secara penuh untuk bisa mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan, mengenali resikoresiko dan batasan-batasan yang ada sehingga kesalahan pahaman bisa dihindari.
14.             Jika kelompok tersebut terdiri dari orang-orang yang belum dewasa, pimpinan kelompok seharusnya paham betul akan undang-undang dan hukum yang berkaitan dengan perlunya peranan orang tua dan tentang ciri-ciri khusus orang-orang-orang yang belum dewasa. Peranan orang tua seharusnya dianggap sebagai alasan etika.
KERAHASIAAN
Ada kesepakatan umum diantara pimpinan-pimpinan kelompok bahwa kerahasiaan merupakan suatu syarat untuk pengembangan kepercayaan, kohesi dan kerja produktif kelompok dalam konseling kelompok, terapi kelompok dan terapi-kuasi kelompok. Pentingnya konsep ini seharusnya dibahas secara lengkap dengan calon peserta kelompok dalam proses penyaringan.(lihat penyaringan peserta kelompok dalam bab ini). Disini, secara terpisah, akan dibahas secara lebih detail dimensi-dimensi lain dari kerahasiaan dalam kerja kelompok. Beberapa petunjuk umum tentang kerahasiaan adalah sebagai berikut:
1.                   Pemimpin kelompok seharusnya menahan diri dan membuka data identitas anggota-anggota kelompok yang tidak perlu ketika mencari konsultasi. Pimpinan seharusnya membahas kelompok atau individu-individu tersebut hanya untuk tujuan kerja.
2.                   Semua data yang didapat dari anggota kelompok untuk tujuan riset harus didapatkan hanya setelah anggota-anggota kelompok tersebut memberikan ijin tertulisnya.
3.                   Pimpinan kelompok harus menyamarkan semua data yang mengidentifikasi anggota-anggota kelompok jika itu dipakai dalam publikasi
4.                   Pimpinan kelompok secara berkala seharusnya mengingatkan anggota kelompok tentang pentingnya kerahasiaan dalam kelompok konseling, terapi, dan terapi kuasi.
5.                   Pimpinan kelompok seharusnya memberitahu anggota-anggota kelompok tentang batasan-batasan hukum kerahasiaan pimpinan dan anggota kelompok lainnya.
6.                   Pimpinan kelompok seharusnya tahu bagaimana rekaman klien ditangani, oleh siapa, berapa lama rekaman tersebut harus disimpan, dimana rekaman data tersebut disimpan, siapa yang akan memberi penilaian atas rekaman tersebut dan apa yang akan terjadi dengan rekaman data tersebut disuatu saat nanti.
7.                   Pimpinan kelompok seharusnya mengetahui apakah klien telah membuat catatan tertulis dan prosedur apa yang digunakan klien tersebut untuk membuat catatan.
8.                   Catatan-catatan seharusnya tidak disebarluaskan secara luas tanpa pemberitahuan dan ijin dari klien.
9.                   Jika komputer yang digunakan untuk menyimpan data atau dalam cara/ media apapun yang anggota kelompok diidentifikasi, kehati-hatian harus dilakukan untuk memastikan data tersebut tidak terbaca oleh orang yang tidak bersangkutan. Ancaman akan kerahasiaan dengan penggunaan komputer harus dipahami.
10.             Jika sistem ganti rugi pihak ketiga digunakan, beri informasi seminim mungkin. Jangan pernah mengirimkan catatan lengkap dan menginformasikan klien tentang pemberian informasi yang ada pada perusahaaperusahaan asuransi.
11.             Pastikan untuk merusak atau menghapus audiotape dan/atau videotape.
12.             Pimpinan kelompok harus memahami tingkat kerahasiaan yang mereka janjikan pada anak.
PENGHENTIAN DAN TINDAK LANJUT
Kritik utama tentang penghentian dan tindak lanjut penangan kelompok konseling, terapi dan terapi-kuasi adalah pengehentian dalam jangka pendek dan tidak ada tindak lanjut yang diberikan. Situasi ini seringkali terjadi apabila pimpinan kelompok luar kota memberi pelatihan dan terapi pada suatu lokakarya. Karena pimpinan hanya hadir untuk lokakarya tersebut, ia tidak paham betul dengan sumber-sumber daya lokal dan tidak bisa membuat penyelesaian yang memuaskan. Dan karena pimpinan seringkali tidak merencanakan kunjungan kembali sebagai upaya tindak lanjut, para peserta tetap pada kondisinya. Maka dari itu perlu diberikan petunjuk-petunjuk untuk penanganan situasi semacam ini. Adapun petunjuk-petunjuk tersebut adalah sebagai berikut:
1.                   Pimpinan kelompok seharusnya merencanakan upaya tindak lanjut bagi kelompok jangka pendek yang mempunyai keterbatasan waktu.
2.                   Pimpinan kelompok seharusnya tahu dan mempunyai komitmen dari seorang profesional yang berkualitas kepada siapa ia bisa mengarahkan para peserta kelompok apabila pimpinan tersebut tidak dapat melanjutkan keterlibatannya secara profesional.
3.                   Para peserta kelompok seharusnya diberitahu tentang nara sumber yang kompeten sehingga mereka bisa datang menemuinya apabila mereka membutuhkan bantuan.
KELOMPOK TANPA PEMIMPIN
Sampai ada bukti penefitian yang mendukung kelompok terapi dan terapi-kuasi tanpa adanya beberapa pimpinan kerja seharusnya diminimalkan. Khususnya, kelompok-kelompok yang diarahkan dengan instruksi audiotape seharusnya tidak diperbolehkan jika tidak ada seorang pimpinan yang profesional memonitor kelompok tersebut. Batasan-batasan ini tidak diperlukan lagi karena ada bukti yang didapat dalam penelitian Liberman, Yalom, dan Miles (1973) bahwa kelompok tanpa pemimpin juga efektif. (Saran-saran ini sepertinya juga membatasi penggunaan kelompok swadaya seperti AA dan Synanon. Ini dibenarkan hanya apabila tidak ada bukti yang mendukung kelompok swadaya yang ditemukan sebelumnya).
PROSEDUR UMUM UNTUK MENANGANI TINDAKAN YANG TERCELA, YANG TIDAK SESUAI DENGAN KODE ETIK
Biasanya ada prosedur-prosedur tertentu yang ditetapkan oleh gabungan profesional untuk mengatur anggotanya. Kode etik atau standar etika ini tidak hanya merupakan instrumen tetapi juga merupakan kriteria hukum. Maka dari itu kode etik mengatur para profesional untuk mengetahui tanggungjawab etikanya dan menjalankannya dengan baik. Hamptrsemua kode etik juga memberikan prosedur yang harus diikuti apabila ada seseorang yang terbukti melakukan tindakan yang tercela, tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik yang ada.
Pada umumnya, seseorang seharusnya terlebih dahulu melindungi klien yang terpengaruh oleh tindakan-tindakan yang tercela. Dengan menganggap bahwa klien tersebut tidak membahayakan dalam jangka waktu tertentu, klien tersebut seharusnya diberitahu atas tindakannya yang dianggap tidak etis dan seharusnya diminta untuk memperbaikinya. Jika klien tersebut menolak untuk memperbaikinya, maka pimpinan seharusnya membuat catatan khusus. Ethical Guidelines for Group Leaders (Panduan Etika untuk Para Pimpinan Kelompok) yang diterbitkan oleh Association for Specialists in Group Work memberikan tindakan yang seharusnya diambil apabila pelanggaran terhadap kode etik dilakukan. Petunjuk tersebut disimpulkan dari investigasi yang dilakukan Komite ASGN dan saran-saran yang diberikan dalam dengar pendapat dihadapan Komite yang sama. Dengan pendapat tersebut seharusnya sesuai dengan kebijaksanaan AACD dan prosedur-prosedur untuk menangani masalah-masalah pelanggaran kode etik.

KES1MPULAN
Bab ini berisi beberapa petunjuk etika untuk kerja kelompok, khususnya bagi mereka yang memimpin kelompok-kelopok konseling, terapi dan terapi-kuasi. Petunjuk ini dibuat berdasarkan pada peninjauan kembali secara hati-hati dan saksama atas literatur-literatur yang ada dan juga pada survey kuesioner yang dikirim pada gabungan-gabungan kerja dan masyarakat tertentu.
Tinjauan pustaka menunjukkan bahwa berbagai gabungan kerja membuat sejumlah petunjuk yang diberikan/ditujukan pada para anggotanya, khususnya untuk kelompok-kelompok konseling, terapi, dan terapi-kuasi.
Bab ini mulai dengan definisi tentang kerja kelompok dan etika-etika kerja kelompok dan memberikan juga daftar kondisi/ketentuan Lakin's untuk para anggota dalam kelompok eksperimen. Selanjutnya, petunjuk-petunjuk untuk pelaksanaan kode etik-kode etik yang ada diberikan dibawah sub topik berikut: kepemimpinan kelompok, kerahasiaan, penghentian dan tindak lanjut, kelompok tanpa pimpinan, dan prosedur-prosedur umum untuk menangani tindakan-tindakan yang tercela, yang tidak sesuai dengan kode etik.

















BAB III
DINAMIKA KELOMPOK

A.  Pengertian dinamika Kelompok.
Dinamika kelompok menunjukkan seperangkat konsep yang dapat dipergunakan untuk menggambarkan proses kelompok.Dinamika kelompok bersifat deskriptif, yang berarti tidak ada  dinamika kelompok yang “ baik” atau yang” buruk”.Dinamika kelompok merupakan pengetahuan yang mempelajari gerak atau tenaga yang menyebabkan gerak itu sendiri. Dinamika kelompok  adalah pengetahuan yang mempelajari masalah-masalah kelompok.Jadi dinamika kelompok mencoba menerangkan perubahan-perubahan yang terjadi dalam kelompok dan mencoba menem,ukan serta mempelajari keadaan dan gaya yang dapat mempengaruhi kehidupan kelompok.
Menurut A.A Goldberg dan Carl E.Larson(1985), dinamika kelompok merupakan suatu studi terhadap berbagai aspek tingkah laku. Floyd D.Ruch mendiskripsikan dinamika kelompok adalah analisis dari relasi-relasi kelompok sosial, yang berdasarkan prinsip bahwa tingkah laku dalam kelompok itu adalah hasil interaksi yang dinamis antara individu dan situasi sosial. Jenkins(1961), mendefinisikan  dinamika kelompok sebagai kekuatan di dalam kelompok yang menentukan  perilaku kelompok dan anggotanya agar tercapai tujuan kelompok. Cartwright&Zender (1967:7), mendiskripsikan dinamika kelompok sebagai suatu bidang terapan yang dimaksudkan untuk peningkatan pengetahuan tentang sifat atau ciri kelompok, hukum perkembangan , interelasi dengan anggota, dengan kelompok lain, dan lembaga-lembaga yang lebih besar. Jacobs,Jarvill&Masson, menyatakan bahwa dinamika kelompok mengacu kepada sikap dan interaksi pemimpin dan anggota-anggota kelompok. Gladding (1995), menggambarkan dinamika kelompok sebagai kekuatan dalam kelompok yang mungkin menguntungkan atau merugikan. Dinamika  kelompok mengarahkan sinergi dari semua faktor yangbada dalam suatu kelompok.Dinamika kelompok merupakan jiwa yang menghidupkan dan menghidupi suatu kelompok(  (Prayitno,1995:23).
Dinamika kelompok mengarahkan anggota kelompok untuk melakukan hubungan interpersonal satu sama lain. Jalinan hubungan interpersonal merupakan wahana bagi para anggota untuk saling berbagi pengetahuan, pengalaman, dan bahkan perasaan satu sama lain sehingga memungkinkan terjadinya proses belajar di dalam suatu kelompok yang kohesif. Kelompok kohesif adalah kelompok yang stabil, produktif mengerjakan tugas atau tujuan yang diharapkan, dan bersifat menarik bagi para angotanya. Lakin (1976, dalam Gazda,1984:56) mendiskripsikan kelompok kohesif sebagai ekspresi kolektif dari pemilikan pribadi.Kekohesifan kelompok memperlihatkan sebagai berikut (1) mengikat anggota secara emosional pada tugas-tugas satu sama lain,(2) memastikan stabilitas yang tinggi dari anggota bahkan dalam menghadapi keadaan yang mengecewakan, dan (3) mengembangkan sebuah batasan pembagian dari referensi antar anggota kelompok.

B.  Faktor-Faktor Kuratif dalam Konseling Kelompok
Menurut Yalom(1985), ada sebelas kategori utama faktor kuratif dalam konseling , yaitu pembinaan harapan, universalitas, pemberian informasi, altruisme, pengulangan korektif keluarga asal, pengembangan teknik sosialisasi, peniruan tingkah laku, belajar berhubungan dengan pribadi lain, rasa kebersamaan, katarsis, dan eksistensial. Selain kesebelas faktor tersebut, Butler dan Fuhrman(1983) menambahkan satu faktor yaitu penerimaan diri. Kedua peneliti menemukan ada empat faktor yang secara konsisten muncul dalam setiap konseling kelompok, yaitu pemahaman diri, katarsis, belajar berhubungan dengan pribadi lain dan kohesivitas.
1.      Pembinaan Harapan
Pembinaan dan pemeliharaan harapan adalah sangat penting. Seseorang dengan harapan tinggi bahwa ia akan memperoleh pertolongan selama dalam konseling mempunyai hubungan positif yang signifikan dengan hasilnya. Makin tinggi taraf harapan dan kepercayaan klien terhadap keberhasilan konseling, maka akan tinggi pula taraf  perubahannya.
2.      Universalitas
Klien yang datang ke konseling          kelompok dengan pikiran bahwa masalah yang dihadapinya  adalah unik yang hanya diderita olehnya. Setelah mendengar bahwa anggota lain dan ternyata memiliki masalah, pikiran, fantasi dan impuls senada, klien merasa ia tidak sendiri dalam pendritaannya. Kesamaan dalam masalah berikut kekhawatiran yang timbul dan penuh penerimaan dari seluruh anggota yang disertai kelegaan emosional disebut universalitas. Perasaan senasib meningkatkan rasa bersatu di dalam kelompok dan meningkatkan kepercayaan terhadap kelompok.
3.      Pemberian Informasi
Di dalam tiap kelompok, pemberian informasi bersifat didaktis yang dapat dilakukan oleh profesional maupun anggota. Informasi itu dapat berupa cara belajar, cara menumbuhkan kepercayaan diri, topik kesehatan mental, penyakit mental, psikodinamika umum. Nasihat, saran ataupun bimbingan mengenai masalah kehidupan dapat diberikan oleh profesional atau anggota kelompok lain.
4.   Altruisme
Konseling kelompok merupakan tempat untuk melatih klien menerima dan memberi. Di dalam konseling kelompok ia akan menemukan bahwa ia dapat berperan penting untuk orang lain. Hal ini dapat meningkatkan harga dirinya. Dalam proses konseling kelompok antar anggota kelompok akan saling menolong. Mereka menawarkan dukungan, memberikan keyakinan, saran, insight, dan saling membagi satu sama lain masalah serupa.
5.   Pengulangan Korektif Keluarga Awal.
Konseling kelompok dalam banyak hal hampir sama dengan susunan keluarga asal merupakan kesempatan bagi anggota untuk mengulang konflik-konflik yang dialami ketika kecil secara singkat. Akan tetapi pengalaman ini akan berbeda oleh karena sikap profesional dan anggota lain tidak sama dengan keluarganya dulu. Ini memberi kesempatan klien mencoba tingkah lakunya  yang baru dalam hubunganya dengan orang lain.
Jacobs,Harvill&Masson(1994:36), mengemukakan 16 faktor yang perlu diperhatikan dalam dinamika kelompok, yaitu (1) kejelasan tujuan baik bagi anggota maupun pemimpin kelompok, (2) relevansi tujuan bagi anggota kelompok, (3) ukuran kelompok, (4) lamanya waktu setiap sesi, (5) frekuensi pertemuan, (6) tempat yang memadai, (7) ketepatan waktu pertemuan, (8) sikap pemimpin kelompok, (9)  kelompok terbuka dan tertutup,(10) keanggotaan sukarela atau terpaksa, (11) tingkat goodwill anggota kelompok, (12)  tingkat komitmen anggota kelompok, (13) tingkat kepercayaan kelompok,(14) sikap anggota kelompok  terhadap pemimpin, (15) sikap pemimpin kelompok terhadap anggota, dan pengalaman pemimpin kelompok dan kesiapan untuk berhubungan dengan kelompok.
Dinamika kelompok benar-benar akan terwujud dengan baik, yaitu benar-benar hidup mengarah pada tujuan, dan membuahkan manfaat bagi anggota, sangat ditentukan juga peranan anggota kelompok. Peranan yang dimaksud adalah meliputi (a) membantu terbinanya suasana keakraban dalam hubungan antar anggota kelompok; (b) mencurahkan segenap perasaan dalam kegiatan kelompok; (c) berusaha agar yang dilakukannya membantu tercapainya tujuan bersama;(d) membantu tersusunnya aturan kelompok dan berusaha mematuhinya dengan baik; (e) benar-benar berusaha secara aktif ikut serta dalam seluruh kegiatan kelompok;(f) mampu berkomunikasi secara terbuka, (g) berusaha membantu anggota lain;(h) memberi kesempatan anggota lain untuk menjalankan peranannya;(i) menyadari pentingnya kegiatan kelompok.
Peranan pemimpin kelompok penting dalam mempersiapkan  anggota kelompok untuk dapat memerankan hal-hal tersebut diatas. Pemimpin kelompok memiliki peran memberitahukan kepada anggota kelompok pada awal kegiatan kelompok, yaitu : (a) tentang apa saja yang diharapkan dari para anggota, suasana khusus yang dapat terjadi dalam kelompok itu; (b) bahwa keikutsertaan dalam kelompok itu adalah serba sukarela; (c) bahwa anggota kelompok bebas menanggapi hal-hal y6ang disampaikan atau menolak saran dari anggota lain; (d) bahwa hasil kegiatan kelompok tidak mengikat para anggota kelompok itu dalam kehidupan mereka di luar kelompok;(e) bahwa segala yang terjadi dan menjadi isi dari kegiatan kelompok itu sifatnya rahasia.
Tampilan interaksi pada suatu hubungan sosial, perilaku non verbal  menampilkan lebih 50% pesan yang dikomunikasikan. Menurut Vander Kolk, ada empat kategori perilaku non verbal, yaitu sikap tubuh, interaksi dengan lingkungan, berbicara dan penampilan fisik. Sedang Walter (1978) mengidentifikasi variasi emosi yang sering ditampilkan sebagai ekspresi perilaku non verbal yaitu keputusasaan, kegembiraan, ketakutan/kecemasan, permusuhan, pasif, ketergantungan, perlawanan untuk belajar. Setiap ekspresi dapat diidentifikasi dari kondisi dalam gerakan kepala, mimik muka, posisi mulut, kontak mata, gerakan tangan dan postur tubuh.
Perilaku komunikasi non verbal menggunakan waktu, tubuh, media vokal dan lingkungan. Komunikasi non verbal digunakan untuk tujuan mengekspresikan emosi, memberikan ilustrasi, mengubah atau memperkaya kata-kata, mengatur partisipan, menipu, menampilkan bentuk perasaan  serta memberikan umpan balik suatu hubungan
Perilaku verbal penting dalam dinamika kelompok, karena menggambarkan perilaku setiap anggota kelompok berbicara. Apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan. Cara anggota kelompok berkomunikasi verbal menunjukkan kematangan dalam berpikir, mengelola emosi, bertindak dan bersosialisasi. Perbedaan  perilaku verbal dan non verbal merupakan indikator adanya ambivalensi atau kebingungan dalam anggota kelompok.   
Kelompok yang baik ialah apabila kelompok diwarnai semangat  yang tinggi, kerjasama yang lancar dan mantap, komunikasi timbal balik baik, serta saling mempercayai antar anggota kelompok. Ini akan terwujud apabila anggota saling bersikap sebagai kawan, mengerti dan menerima secara positif tujuan bersama, dengan kuat merasa  setia kepada kelompok, serta mau bekerja keras atau bahkan berkorban untuk kelompok. Suasana kelompok yang terjadi dalam konseling kelompok diharapkan dapat merupakan dukungan bagi pengembangan pribadi masing-masing anggota kelompok.  Melalui dinamika kelompok setiap anggota kelompok diharapkan akan mampu tegak sebagai individu yang sedang mengembangkan kediriannya dalam hubungannya dengan orang lain.
                                
C.    Aplikasi Dinamika Kelompok Dalam Konseling Kelompok Perkembangan
Stockon &Marron,(1982:70-71) dalam survei kepemimpinan kelompok menemukan tipe kepemimpinan yang efektif, yaitu (a) moderat secara keseluruhan stimulasi emosional,(b) kepedulian yang sangat besar,(c) memiliki arti pemakaian, dan (d) moderat dalam menggambarkan fungsi eksekutif. Pemimpin yang efektif ditemukan untuk mendorong keduanya tetap hangat, hubungan yang sportif dan sebuah stimulasi emosional tingkat tinggi.
Pemimpin yang tidak efektif digambarkan sebagai agresif, otoriter, dan memperlihatkan kepedulian yang rendah pada anggota kelompok, penutupan diri yang tinggi, lebih dari sekedar egosentris.
Truax dan Carkhuff (1967:1), menggambarkan seorang konselor efektif yang terintegrasi, tidak defensif, dan otentik atau asli dalam kegiatan konseling atau terapeutik. Dalam studi model kepemimpinan yang diterapkan pada kelompok terapi,Gruen(1977) menyimpulkan (a) ketika pemimpin mengantisipasi dengan benar tema-tema kelompok, ada sebuah pergerakan yang dapat dilihat, dan dengan sabar memberikan pandangan satu sama lain; (b) ketika para pemimpin membuka secara keseluruhan moderat  pada kontrol proses, perkembangan kelompok melalui pemecahan masalah dapat diterima; dan (c) ketika interpretasi pemimpin dapat menjangkau secara luas atau membuat hubungan yang sangat kuat daloam sebuah kesempatan yang diberikan, perkembangannya dapat diterima, interpretasi dari pasienpun meningkat, dan kelompok memperlihatkan kebersamaan semangat yang tinggi ( Stockon &Marron,1982:71). Hasil dari penelitian disimpulkan, bahwa pertama, pemimpin harus memiliki kualitas peduli dan ekspresi diri yang diterapkan pertama kali oleh pemimpin kelompok. Kedua, pemimpin haruslah efektif atau kompeten. Ketiga,  pemimpin harus mampu menempatkan rasa percaya diri untuk model perilaku anggota. Keempat, pemimpin harus tetap konsisten dengan model dan pola mereka pada intervensi dalam konseling kelompok. Kelima, perbedaan kepemimpinan di dalam wilayah-wilayah tertentu mungkin membuktikan kepentingan yang  lebih lanjut.
Lakin (1976) menyatakan delapan proses inti  kelompok, sebagai berikut :
Pertama. Menetapkan dan mempertahankan kekohesifan.
Kekohesifan diperlihatkan dengan (1) melibatkan anggota secara emosional kepada tugas-tugas yang biasa sebagaimana satu sama lain,(2) memastikan stabilitas yang sangat kuat pada kelompok, dan (3) mengembangkan sebuah batasan pembagian referensi antara anggota kelompok yang menimbulkan toleransi lebih untuk tujuan anggota yang berbeda jelas.Kelompok yang kohesif adalah kelompok yang stabil dan produktif yang tujuan dan tugas-tugasnya telah pasti.
Kedua, Menempatkan kenyamanan dengan norma-norma kelompok.
Konsep  penyusunan norma memiliki  relevansi  khusus  dan  ekuivalen dengan apa yang diharapkan/diterima dalam kelompok. Norma tersebut mungkin eksplisit  atau implisit. Idealnya menyusun norma kelompok harus melihat kelompok itu sendiri, penerimaan norma berdasar konsensus kelompok dan  tidak dipaksakan oleh pemimpin, terutama pada tahap awal, memberi kesempatan anggota untuk dilibatkan pada perkembangan norma, masing-masing harus merasakan komitmen pada norma tersebut.
Ketiga, Validasi konseptual dari persepsi pribadi dan penggunaan umpan balik.
Lakin&Carson(1966) berpendapat bahwa banyak orang mengalami kesulitan dalam hidup karena mereka menderita dari pandangan yang tidak valid pada diri mereka sendiri.
Jacobs, menyarankan tiga metode umpan balik, yaitu: (1) informasi yang ada pada perkembangan yang diharapkan tindakan yang positif dan dihubungkan dengan akibat positif, (2) meningkatkan kredibilitas umpan balik dengan menekankan pada pengirimnya, dan (3) mempergunakan bagian positif atau negatif secara umum lebih efektif.
Keempat, Ekspresi  dari kesiapan emosional.
Kelompok konseling, membangun emosional  yang ekspresif pada peserta. Giges &Rosenfeld (1976) memperlihatkan bahwa ekspresi perasaan dalam sebuah kelompok melibatkan keadaan berikut: kesadaran, keputusan, tindakan, kesadaran, keputusan, reaksi. Secara umum ekspresi yang penuh memberikan secara khusus kebutuhan pada ekspresi diri seseorang.
Kelima, Persepsi kelompok yang berkaitan dengan masalah dan masukan untuk pemecahan masalah.
Kualitas yang unik pada kelompok konseling yaitu merupakan bagian terkecil dari masyarakat. Keputusan kelompok seringkali lebih baik daripada keputusan perseorangan, jika kelompok dilibatkan dalam pemecahan masalah, keputusan nampak lebih efektif daripada yang dicapai dengan yang diberikan/diserahkan  oleh seorang anggota atau bahkan pemimpin kelompok.
Keenam, Ekspresi Pengaruh Kekuatan
Kesempatan bagi peserta untuk muncul dalam aturan kepemimpinan  ada dalam kelompok konseling. Karena ada perbedaan pada masalah  personal dan interpersonal dalam kelompok, kebutuhan untuk keragaman kebutuhan akan menyebabkan anggota kelompok memiliki kesempatan untuk mempelajari pengaruh mereka pada lain waktu.
























BAB IV
PROSES KONSELING KELOMPOK

Corey (1985:64-65) mengelompokkan tahapan proses konseling kelompok menjadi empat tahap, yaitu tahap orientasi, tahap transisi, tahap kerja, dan tahap konsolidasi. Jacobs,Harvill&Masson(1994:44), mengelompokkan tahapan proses konseling kelompok menjadi tiga tahap, yaitu : tahap permulaan, tahap pertengahan atau tahap kerja dan tahap pengakhiran atau tahap penutupan. Gibson&Mitchel(1995:198-204) mengklasifikasikan proses konseling kelompok ke dalam lima tahap, yakni tahap pembentukan, tahap identifikasi, tahap produktifitas,tahap realisasi dan tahap terminasi. Sedangkan Gladding mengklasifikasikan proses konseling kelompok menjadi empat tahap, yaitu tahap permulaan kelompok, tahap transisi dalam kelompok, tahap bekerja dalam kelompok, dan tahap terminasi kelompok.
A.  Tahap Permulaan ( Beginning Stage )
Pada pertemuan awal penting bagi konselor untuk membentuk kelompok  dan menjelaskan tujuan konseling kelompok dengan istilah yang mudah dipahami siswa  dalam kelompok. Kormanski &Mozenter (1987, dalam Gladding,1995:80), menyatakan bahwa kelompok dapat berkembang dari kesadaran lalu berlanjut pada pertentangan, kerjasama, produktifitas dan berakhir perpisahan.
Dalam mempersiapkan anggota memasuki kelompok Corey(1985,dalam Rochman N,1987), mengemukakan hal-hal penting yang perlu dibahas  konselor bersama calon anggota, yaitu : (1) pernyataan yang jelas tentang tujuan kelompok,(2) deskripsi tentang bentuk kelompok, prosedur dan peraturan mainnya,(3) kecocokan proses kelompok dengan kebutuhan peserta, (4) kesempatan mencari informasi tentang kelompok yang akan dimasukinya, mengajukan pertanyaan dan menjajagi hal-hal yang menarik dalam kegiatan kelompok itu,(50 pernyataan yang menjelaskan pendidikan, latihan dan kualifikasi pemimpin kelompok,(6) informasi biaya yang harus ditanggung peserta, besarnya kelompok, banyaknya pertemuan, lama pertemuan, arah pertemuan, serta teknik yang digunakan, (7) informasi tentang resiko psikologis dalam kegiatan kelompok itu, (8) pengetahuan tentang keterbatasan kerahasiaan dalam kelompok, yaitu pengetahuan tentang keadaan di mana kerahasiaan itu harus dilanggar karena kepentingan bersama dan karena alasan hukum, etis, dan profesional,(9) penjelasan tentang layanan yang dapat diberikan dalam kegiatan kelompok itu,(10) bantuan dari pimpinan kelompok dalam mengembangkan tujuan-tujuan pribadi peserta,(11) pemahaman yang jelas mengenai tanggungjawab antara pimpinan kelompok dan peserta, dan (12) diskusi mengenai hak dan kewajiban anggota kelompok.
Tahap ini merupakan tahap pengenalan, pelibatan diri atau tahap memasukkan diri ke dalam kehidupan kelompok, tahap menentukan agenda, tahap menentukan norma dan tahap penggalian ide dan perasaan.Dalam tahap permulaan ini konselor perlu  melakukan (a) penjelasan tentang tujuan kegiatan,(b) penumbuhan rasa saling mengenal antar anggota,(c) penumbuhan sikap saling mempercayai dan saling menerima, dan (d) pembahasan tentang tingkah laku dan suasana perasaan dalam kelompok.

1.      Tahap Transisi ( Transition Stage ).
 Transisi dimulai dengan masa badai, yang mana anggota mulai bersaing dengan yang lain dalam kelompok untuk mendapatkan  tempat kekuasaan dalam kelompok. Masa badai adalah masa munculnya perasaan kecemasan, pertentangan, pertahanan, ketegangan, koflik, konfrontasi, transferensi. Dalam masa ini anggota mulai resah atau tertekan yang menyebabkan tingkah laku mejadi tidak sebagaimana mestinya.
Masa badai adalah masa munculnya konflik atau kegelisahan saat kelompok beralih dari ketegangan primer ke ketegangan sekunder. Selama masa ini, anggota kelompok terlihat gelisah dalam interaksinya dengan sesama anggota. Kegelisahan berkaitan dengan ketakutan untuk lepas kontrol, salah persepsi, terlihat bodoh atau ditolak. Beberapa anggota bereaksi dengan diam sebagian lain terbuka mengemukakan kegelisahannya.
Masa transisi merupakan saat “perebutan kekuatan” antara anggota kelompok dengan pemimpin kelompok. Ada beberapa bentuk kekuasaan dan kekuatan dalam kelompok, yaitu kekuatan dan kekuasaan yang bersifat memberi informasi, mempengaruhi dan mengatur.
Yang berkaitan dengan masalah kegelisahan, kekuasaan dan kekuatan, dan kepercayaan antara anggota kelompok merupakan masalah yang berkaitan dengan interaksi verbal. Masa ini merupakan masa produktif bagi anggota untuk memperbaiki sosialisasinya di masa lalu yang tidak produktif, membuat pengalaman-pengalaman baru dan menetapkan tempat dalam kelompok tersebut.
Beberapa cara umum untuk mengatasi bentuk-bentuk masalah intrapersonal dan interpersonal selama masa ini adalah (1) menggunakan proses peningkatan di mana anggota diminta berinteraksi secara bebas dan mantap, (2) meminta anggota mengetahui apa yang sedang terjadi, (3) mendapatkan umpan balik dari anggota tentang bagaimana mereka melakukan sesuatu dan apa yang mereka perlu.

2.      Tahap Kegiatan ( Working Stage)
Tahap ini merupakan inti kegiatan konseling kelompok. Tahap ini juga merupakan tahap sebenarnya dari konseling kelompok, yaitu  para anggota memusatkan  perhatian terhadap tujuan  yang ingin dicapai, mempelajari materi-materi baru, mendiskusikan berbagai topik, menyelesaikan  tugas, dan mempraktekkkan perilaku-perilaku baru. Tahap ini dianggap sebagai tahap paling produktif ditandai dengan keadaan konstruktif dan pencapaian hasil. Selama tahap kegiatan, konselor dan anggota kelompok merasa lebih bebas dan nyaman dalam mencoba tingkah laku baru dan strategi baru, karena sudah terjadi saling mempercayai satu sama lain.
Pada tahap ini, hubungan antar anggota sudah mulai ada kemajuan, sudah terjalin rasa saling percaya antara sesama  anggota kelompok, rasa empati, saling mengikat dan berkembang lebih dekat secara emosional, dan kelompok tersebut akan menjadi kompak( kohesif). Kelompok yang kohesif ditandai adanya penerimaan yang mendalam, keakraban, pengertian, di samping juga mungkin berkembang ekspresi bermusuhan dan konflik. Pada kelompok kohesif  yang paling penting adanya saling ketergantungan anggota kepada anggota lain.
Penekanan utama pada tahap ini adalah produktifitas. Anggota kelompok  harus lebih produktif dalam menyelesaikan tugas pribadi atau masalah dengan melakukan kerja sama yang dinamis dan kondusif. Pada tahap ini dimungkinkan terjadi “ transference “ atau “countertransference’ sebagai proses fundamental. Kegiatan kelompok yang sesungguhnya ditandai oleh tingkatan moral yang tinggi dan rasa memiliki kelompok yang tinggi pula. Dalam tahap ini juga, kelompok benar-benar sedang mengarahkan kepada pencapaian tujuan. Kelompok berusaha menghasilkan sesuatu yang berguna bagi para anggota kelompok. Konselor tetap tut wuri handayani, terus-menerus memperhatikan  dan mendengarkan secara aktif, khususnya hal-hal atau masalah yang timbul dan kalau dibiarkan akan merusak suasana kelompok.
Tahap ini disimpulkan berhasil bila semua solusi yang mungkin telah dipertimbangkan dan diuji dapat diwujudkan. Solusi-solusi tersebut harus praktis, dapat direalisasikan, dan pilihan akhir harus dibuat setelah melalui perimbangan dan diskusi yang tepat.

D.  Tahap Pengakhiran ( Termination Stage )
Menurut Corey(1990), tahap penghentian atau pengakhiran sama pentingnya seperti tahap permulaan sebuah kelompok. Pada tahap penghentian pertemuan kelompok yang penting adalah bagaimana ketrampilan anggota, termasuk konselor, dalam mentransfer apa yang telah mereka pelajari dalam kelompok ke dalam kehidupannya di luar lingkungan kelompok, merefleksikan pengalaman mereka di masa lalu, memproses kenangan, mengevaluasi apa yang telah mereka pelajari, menyatakann perasaan yang bertentangan, dan membuat keputusan kognitif.
Dalam penghentian, ada masalah dan proses yang terjadi, satu diantaranya adalah ambivalen emosional. Hampir selalu ada masalah-masalah yang melibatkan “unfinished business”, transference, dan countertransference( Kauff,1977 dalam Gladding,1995:146).
Pengakhiran kegiatan konseling kelompok tepat dilakukan pada saat tujuan-tujuan individual anggota kelompok dan tujuan kelompok telah dicapai dan perilaku baru telah dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari di luar kelompok. Ketika kelompok memasuki tahap pengakhiran, kegiatan kelompok dipusatkan pada pembahasan dan penjelajahan tentang apakah para anggota kelompok mampu menerapkan hal-hal yang telah mereka pelajari dalam suasana kelompok, pada kehidupan nyata  mereka sehari-hari.
Pengakhiran konseling kelompok, hendaknya membuat kesan positif bagi anggota kelompok. Untuk itu perlu kesempatan  bagi anggota untuk mengemukakan ganjalan-ganjalan yang mereka rasakan selama kegiatan berlangsung. Penghentian terjadi pada dua tingkatan, yaitu pada akhir masing-masing sesi, dan pada akhir dari keseluruhan sesi kelompok. Proses penghentian meliputi langkah-langkah : (1) orientasi, (2) ringkasan,(3) pembahasan tujuan, dan tindak lanjut( Epstein&Bishop,1981 dalam Gladding,1995:147).
Efek penghentian pada individu tergantung pada banyak faktor. Apakah kelompok itu terbuka atau  tertutup, apakah anggotanya dipersiapkan untuk pengakhiranya, dan apakah cepatnya dan intensitas kerja dalam kegiatan pada tahap yang tepat utuk membiarkan anggota mengidentifikasi dengan benar dan memecahkan masalah yang ada. Tingkah laku dari anggota kelompok pada akhir pertemuan memperlihatkan bagaimana mereka berpikir dan perasaan mereka sebagaimana yang mereka telah alami ( Luft,1984;Shulman,1992). Cara yang paling baik untuk setiap individu mengakhiri sebuah kelompok adalah untuk memperlihatkan pada apa yang telah mereka alami dan membuat jalan untuk awal baru di luar kelompok, tetapi pencapaian dari keadaan ideal ini tidak selalu memungkinkan.
Selama tahap penghentian, sejumlah anggota mungkin membutuhkan lebih banyak bantuan. Ada tiga pilihan produktif yang dapat dipilih, yaitu :
1.      Konseling individual, di mana kepedulian untuk dapat memberi perhatian yang lebih besar.
B.     Melihat pada kelompok dan organisasi lain, di mana bantuan yang lebih spesifik dan spesialis dapat diharapkan, atau
C.     Mendaur ulang, di mana individu dapat pergi melalui sebuah pengalaman kelompok yang sama sekali lagi dan mempelajari pelajaran yang tertinggal pada pertama kali ( Gladding,1995:149).

Kadang-kadang,  individu  menghentikan kelompok secara tiba-tiba atau pengalaman kelompok berakhir begitu saja karena tindakan pemimpin kelompok. Kedua masalah itu adalah contoh-contoh penghentian prematur  dan mungkin menyebabkan kesulitan bagi peserta ( Donigian&Malnati,1987). Ada batas-batas etika untuk mengikuti masalah penghentian prematur berkaitan dengan alasan untuk tindakan atau keadaan teoritikal pemimpin kelompok. Biasanya, tipe-tipe penghentian prematur harus berhubungan dengan : (a) penghentian kelompok sebagai satu kesatuan, (b) penghentian pada anggota kelompok yang berhasil, dan (c) penghentian pada anggota kelompok yang tidak berhasil ( Yalom,1985).
Penghentian prematur dari kelompok keseluruhan mungkin terjadi karena tindakan pemimpin kelompok atau anggota. Pemimpin kelompok mungkin menghentikan kelompok secara prematur dengan tepat jika mereka sakit, pergi/pindah, atau ditugaskan pada jabatan lain. Bagi individu atau kelompok, penghentian prematur mungkin berkaitan dengan alasan yang tidak tepat atau tepat, dan pengalaman keberhasilan atau kegagalan. Yalom (1985:233) membuat daftar sejumlah alasan  yang seringkali diberikan oleh individu anggota kelompok yang meninggalkan psikoterapi dan konseling kelompok secara prematur:
1.      faktor-faktor eksternal ( konflik penjadwalan atau tekanan eksternal ).
2.      ketidakcocokan ( anggota yang tidak cocok dengan anggota lain ).
3.      masalah kedekatan.
4.      takut akan kontak emosional.
5.      ketidakmampuan untuk berbagi dokter.
6.      komplikasi individu dan terapi kelompok.
7.      provokator awal( tertutup, penolakan yang kuat pada kelompok )
8.      orientasi yang tidak terpengaruh pada terapi.
9.      komplikasi yang muncul dari sub-kelompok.
           




A.    PROSES KONSELING KELOMPOK
Corey (1985:64-65) mengelompokkan tahapan proses konseling kelompok menjadi empat tahap, yaitu tahap orientasi, tahap transisi, tahap kerja, dan tahap konsolidasi. Jacobs,Harvill&Masson(1994:44), mengelompokkan tahapan proses konseling kelompok menjadi tiga tahap, yaitu : tahap permulaan, tahap pertengahan atau tahap kerja dan tahap pengakhiran atau tahap penutupan. Gibson&Mitchel(1995:198-204) mengklasifikasikan proses konseling kelompok ke dalam lima tahap, yakni tahap pembentukan, tahap identifikasi, tahap produktifitas,tahap realisasi dan tahap terminasi. Sedangkan Gladding mengklasifikasikan proses konseling kelompok menjadi empat tahap, yaitu tahap permulaan kelompok, tahap transisi dalam kelompok, tahap bekerja dalam kelompok, dan tahap terminasi kelompok.

A.  Tahap Permulaan ( Beginning Stage )
Pada pertemuan awal penting bagi konselor untuk membentuk kelompok  dan menjelaskan tujuan konseling kelompok dengan istilah yang mudah dipahami siswa  dalam kelompok. Kormanski &Mozenter (1987, dalam Gladding,1995:80), menyatakan bahwa kelompok dapat berkembang dari kesadaran lalu berlanjut pada pertentangan, kerjasama, produktifitas dan berakhir perpisahan.
Dalam mempersiapkan anggota memasuki kelompok Corey(1985,dalam Rochman N,1987), mengemukakan hal-hal penting yang perlu dibahas  konselor bersama calon anggota, yaitu : (1) pernyataan yang jelas tentang tujuan kelompok,(2) deskripsi tentang bentuk kelompok, prosedur dan peraturan mainnya,(3) kecocokan proses kelompok dengan kebutuhan peserta, (4) kesempatan mencari informasi tentang kelompok yang akan dimasukinya, mengajukan pertanyaan dan menjajagi hal-hal yang menarik dalam kegiatan kelompok itu,(50 pernyataan yang menjelaskan pendidikan, latihan dan kualifikasi pemimpin kelompok,(6) informasi biaya yang harus ditanggung peserta, besarnya kelompok, banyaknya pertemuan, lama pertemuan, arah pertemuan, serta teknik yang digunakan, (7) informasi tentang resiko psikologis dalam kegiatan kelompok itu, (8) pengetahuan tentang keterbatasan kerahasiaan dalam kelompok, yaitu pengetahuan tentang keadaan di mana kerahasiaan itu harus dilanggar karena kepentingan bersama dan karena alasan hukum, etis, dan profesional,(9) penjelasan tentang layanan yang dapat diberikan dalam kegiatan kelompok itu,(10) bantuan dari pimpinan kelompok dalam mengembangkan tujuan-tujuan pribadi peserta,(11) pemahaman yang jelas mengenai tanggungjawab antara pimpinan kelompok dan peserta, dan (12) diskusi mengenai hak dan kewajiban anggota kelompok.
Tahap ini merupakan tahap pengenalan, pelibatan diri atau tahap memasukkan diri ke dalam kehidupan kelompok, tahap menentukan agenda, tahap menentukan norma dan tahap penggalian ide dan perasaan.Dalam tahap permulaan ini konselor perlu  melakukan (a) penjelasan tentang tujuan kegiatan,(b) penumbuhan rasa saling mengenal antar anggota,(c) penumbuhan sikap saling mempercayai dan saling menerima, dan (d) pembahasan tentang tingkah laku dan suasana perasaan dalam kelompok.

D.      Tahap Transisi ( Transition Stage ).
 Transisi dimulai dengan masa badai, yang mana anggota mulai bersaing dengan yang lain dalam kelompok untuk mendapatkan  tempat kekuasaan dalam kelompok. Masa badai adalah masa munculnya perasaan kecemasan, pertentangan, pertahanan, ketegangan, koflik, konfrontasi, transferensi. Dalam masa ini anggota mulai resah atau tertekan yang menyebabkan tingkah laku mejadi tidak sebagaimana mestinya.
Masa badai adalah masa munculnya konflik atau kegelisahan saat kelompok beralih dari ketegangan primer ke ketegangan sekunder. Selama masa ini, anggota kelompok terlihat gelisah dalam interaksinya dengan sesama anggota. Kegelisahan berkaitan dengan ketakutan untuk lepas kontrol, salah persepsi, terlihat bodoh atau ditolak. Beberapa anggota bereaksi dengan diam sebagian lain terbuka mengemukakan kegelisahannya.
Masa transisi merupakan saat “perebutan kekuatan” antara anggota kelompok dengan pemimpin kelompok. Ada beberapa bentuk kekuasaan dan kekuatan dalam kelompok, yaitu kekuatan dan kekuasaan yang bersifat memberi informasi, mempengaruhi dan mengatur. Yang berkaitan dengan masalah kegelisahan, kekuasaan dan kekuatan, dan kepercayaan antara anggota kelompok merupakan masalah yang berkaitan dengan interaksi verbal. Masa ini merupakan masa produktif bagi anggota untuk memperbaiki sosialisasinya di masa lalu yang tidak produktif, membuat pengalaman-pengalaman baru dan menetapkan tempat dalam kelompok tersebut.
Beberapa cara umum untuk mengatasi bentuk-bentuk masalah intrapersonal dan interpersonal selama masa ini adalah (1) menggunakan proses peningkatan di mana anggota diminta berinteraksi secara bebas dan mantap, (2) meminta anggota mengetahui apa yang sedang terjadi, (3) mendapatkan umpan balik dari anggota tentang bagaimana mereka melakukan sesuatu dan apa yang mereka perlu.

E.  Tahap Kegiatan ( Working Stage)
Tahap ini merupakan inti kegiatan konseling kelompok. Tahap ini juga merupakan tahap sebenarnya dari konseling kelompok, yaitu  para anggota memusatkan  perhatian terhadap tujuan  yang ingin dicapai, mempelajari materi-materi baru, mendiskusikan berbagai topik, menyelesaikan  tugas, dan mempraktekkkan perilaku-perilaku baru. Tahap ini dianggap sebagai tahap paling produktif ditandai dengan keadaan konstruktif dan pencapaian hasil. Selama tahap kegiatan, konselor dan anggota kelompok merasa lebih bebas dan nyaman dalam mencoba tingkah laku baru dan strategi baru, karena sudah terjadi saling mempercayai satu sama lain.
Pada tahap ini, hubungan antar anggota sudah mulai ada kemajuan, sudah terjalin rasa saling percaya antara sesama  anggota kelompok, rasa empati, saling mengikat dan berkembang lebih dekat secara emosional, dan kelompok tersebut akan menjadi kompak( kohesif). Kelompok yang kohesif ditandai adanya penerimaan yang mendalam, keakraban, pengertian, di samping juga mungkin berkembang ekspresi bermusuhan dan konflik. Pada kelompok kohesif  yang paling penting adanya saling ketergantungan anggota kepada anggota lain.
Penekanan utama pada tahap ini adalah produktifitas. Anggota kelompok  harus lebih produktif dalam menyelesaikan tugas pribadi atau masalah dengan melakukan kerja sama yang dinamis dan kondusif. Pada tahap ini dimungkinkan terjadi “ transference “ atau “countertransference’ sebagai proses fundamental. Kegiatan kelompok yang sesungguhnya ditandai oleh tingkatan moral yang tinggi dan rasa memiliki kelompok yang tinggi pula. Dalam tahap ini juga, kelompok benar-benar sedang mengarahkan kepada pencapaian tujuan. Kelompok berusaha menghasilkan sesuatu yang berguna bagi para anggota kelompok. Konselor tetap tut wuri handayani, terus-menerus memperhatikan  dan mendengarkan secara aktif, khususnya hal-hal atau masalah yang timbul dan kalau dibiarkan akan merusak suasana kelompok.
Tahap ini disimpulkan berhasil bila semua solusi yang mungkin telah dipertimbangkan dan diuji dapat diwujudkan. Solusi-solusi tersebut harus praktis, dapat direalisasikan, dan pilihan akhir harus dibuat setelah melalui perimbangan dan diskusi yang tepat.

D.  Tahap Pengakhiran ( Termination Stage )
Menurut Corey(1990), tahap penghentian atau pengakhiran sama pentingnya seperti tahap permulaan sebuah kelompok. Pada tahap penghentian pertemuan kelompok yang penting adalah bagaimana ketrampilan anggota, termasuk konselor, dalam mentransfer apa yang telah mereka pelajari dalam kelompok ke dalam kehidupannya di luar lingkungan kelompok, merefleksikan pengalaman mereka di masa lalu, memproses kenangan, mengevaluasi apa yang telah mereka pelajari, menyatakann perasaan yang bertentangan, dan membuat keputusan kognitif.
Dalam penghentian, ada masalah dan proses yang terjadi, satu diantaranya adalah ambivalen emosional. Hampir selalu ada masalah-masalah yang melibatkan “unfinished business”, transference, dan countertransference( Kauff,1977 dalam Gladding,1995:146). Pengakhiran kegiatan konseling kelompok tepat dilakukan pada saat tujuan-tujuan individual anggota kelompok dan tujuan kelompok telah dicapai dan perilaku baru telah dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari di luar kelompok. Ketika kelompok memasuki tahap pengakhiran, kegiatan kelompok dipusatkan pada pembahasan dan penjelajahan tentang apakah para anggota kelompok mampu menerapkan hal-hal yang telah mereka pelajari dalam suasana kelompok, pada kehidupan nyata  mereka sehari-hari.
Pengakhiran konseling kelompok, hendaknya membuat kesan positif bagi anggota kelompok. Untuk itu perlu kesempatan  bagi anggota untuk mengemukakan ganjalan-ganjalan yang mereka rasakan selama kegiatan berlangsung. Penghentian terjadi pada dua tingkatan, yaitu pada akhir masing-masing sesi, dan pada akhir dari keseluruhan sesi kelompok. Proses penghentian meliputi langkah-langkah : (1) orientasi, (2) ringkasan,(3) pembahasan tujuan, dan tindak lanjut( Epstein&Bishop,1981 dalam Gladding,1995:147).
Efek penghentian pada individu tergantung pada banyak faktor. Apakah kelompok itu terbuka atau  tertutup, apakah anggotanya dipersiapkan untuk pengakhiranya, dan apakah cepatnya dan intensitas kerja dalam kegiatan pada tahap yang tepat utuk membiarkan anggota mengidentifikasi dengan benar dan memecahkan masalah yang ada. Tingkah laku dari anggota kelompok pada akhir pertemuan memperlihatkan bagaimana mereka berpikir dan perasaan mereka sebagaimana yang mereka telah alami ( Luft,1984;Shulman,1992). Cara yang paling baik untuk setiap individu mengakhiri sebuah kelompok adalah untuk memperlihatkan pada apa yang telah mereka alami dan membuat jalan untuk awal baru di luar kelompok, tetapi pencapaian dari keadaan ideal ini tidak selalu memungkinkan.
Selama tahap penghentian, sejumlah anggota mungkin membutuhkan lebih banyak bantuan. Ada tiga pilihan produktif yang dapat dipilih, yaitu :
2.      Konseling individual, di mana kepedulian untuk dapat memberi perhatian yang lebih besar.
3.      Melihat pada kelompok dan organisasi lain, di mana bantuan yang lebih spesifik dan spesialis dapat diharapkan, atau
4.      Mendaur ulang, di mana individu dapat pergi melalui sebuah pengalaman kelompok yang sama sekali lagi dan mempelajari pelajaran yang tertinggal pada pertama kali ( Gladding,1995:149).
Kadang-kadang,  individu  menghentikan kelompok secara tiba-tiba atau pengalaman kelompok berakhir begitu saja karena tindakan pemimpin kelompok. Kedua masalah itu adalah contoh-contoh penghentian prematur  dan mungkin menyebabkan kesulitan bagi peserta ( Donigian&Malnati,1987). Ada batas-batas etika untuk mengikuti masalah penghentian prematur berkaitan dengan alasan untuk tindakan atau keadaan teoritikal pemimpin kelompok. Biasanya, tipe-tipe penghentian prematur harus berhubungan dengan : (a) penghentian kelompok sebagai satu kesatuan, (b) penghentian pada anggota kelompok yang berhasil, dan (c) penghentian pada anggota kelompok yang tidak berhasil ( Yalom,1985).
Penghentian prematur dari kelompok keseluruhan mungkin terjadi karena tindakan pemimpin kelompok atau anggota. Pemimpin kelompok mungkin menghentikan kelompok secara prematur dengan tepat jika mereka sakit, pergi/pindah, atau ditugaskan pada jabatan lain. Bagi individu atau kelompok, penghentian prematur mungkin berkaitan dengan alasan yang tidak tepat atau tepat, dan pengalaman keberhasilan atau kegagalan. Yalom (1985:233) membuat daftar sejumlah alasan  yang seringkali diberikan oleh individu anggota kelompok yang meninggalkan psikoterapi dan konseling kelompok secara prematur:
3.      faktor-faktor eksternal ( konflik penjadwalan atau tekanan eksternal ).
4.      ketidakcocokan ( anggota yang tidak cocok dengan anggota lain ).
5.      masalah kedekatan.
6.      takut akan kontak emosional.
7.      ketidakmampuan untuk berbagi dokter.
8.      komplikasi individu dan terapi kelompok.
9.      provokator awal( tertutup, penolakan yang kuat pada kelompok )
10.  orientasi yang tidak terpengaruh pada terapi.
11.  komplikasi yang muncul dari sub-kelompok.
           
1.      Tahapan Pelaksanaan Bimbingan Kelompok Dan Konseling Kelompok
1)      Tahap pembentukan.
Ø  Pemimpin kelompok (PK ) menerima kehadiran anggota kelompok (AK) secara terbuka dan mengucapkan terima kasih atas kehadiran, kesediaan dan keikutsertaan dalam bimbingan kelompok serta memperkenalkan life modeling yang hadir dalam bimbingan kelompok.
Ø  Memimpin Do’a: PK mengingatkan pentingnya berdo’a dalam memulai setiap kegiatan.
Ø  Menjelaskan pengertian dan tujuan bimbingan kelompok dengan bahasa yang mudah difahami AK.
Ø  Menjelaskan cara pelaksanaan bimbingan kelompok dengan jelas dan runtut, PK memberi kesempatan untuk bertanya, sekiranya AK belum faham terhadap apa yang dijelaskan PK.
Ø  Menjelaskan asas-asas bimbingan kelompok (sukarela, terbuka, aktif, kegiatan, normatif, rahasia), PK menjelaskan apa maksud asas-asas tersebut dan apa-apa yang harus disepakati bersama.
Ø  Kesepakatan waktu, PK menjelaskan waktu ideal bimbingan kelompok berkisar 45-60 menit. Jika AK mengusulkan waktu tambahan, PK secara bijaksana mampu mengarahkan tanpa memaksakan kehendak.
Ø  Perkenalan dilanjutkan dengan permainan, dimaksudkan untuk mengakrabkan dan menciptakan dinamika kelompok dan suasana yang menggembirakan dan melibatkan life modeling. Adapun permainan yang dilakukan disesuaikan dengan topik yang akan dibahas dalam bimbingan kelompok, sehingga tanpa disadari PK menstimuli materi/ topik, dalam hal ini aspek-aspek minat berwirausaha.
2)      Tahap peralihan.
Ø  Menjelaskan kembali kegiatan kelompok, PK mengingatkan kembali kegiatan yang akan dilakukan pada pertemuan tersebut.
Ø  Tanya jawab tentang kesiapan anggota kelompok untuk kegiatan lebih lanjut.
Ø  Mengenali suasana apabila anggota secara keseluruhan/ sebagian belum siap untuk memasuki tahap berikutnya dan mengatasi suasana tersebut, PK mencermati suasana dan mampu mengambil keputusan untuk melanjutkan atau berhenti, sehingga AK benar-benar siap melangkah pada tahap selanjutnya.
Ø  Memberi contoh topik bahasan yang dikemukakan dan dibahas dalam kelompok.
3)      Tahap kegiatan.
Ø  PK mengemukakan topik bahasan yang telah dipersiapkan.
Ø  PK Menjelaskan pentingnya topik tersebut dibahas dalam kelompok, menstimuli AK agar terbiasa menganalisa dan melatih AK agar mampu merespon secara tepat.
Ø  PK menyerahkan waktu sepenuhnya untuk life modeling menjawab langsung pertanyaan dan saling berdiskusi antara AK.
Ø  Tanya jawab dengan life modeling tentang topik yang dikemukakan PK.
Ø  Segala pertanyaan muaranya langsung kepada life modeling, tanpa perantara/ diserahkan kembali dengan PK.
Ø  Life modeling menjawab pembahasan topik tersebut secara tuntas, dengan tulus, terbuka dan memberi kesempatan AK untuk terlibat aktif dalam pembahasan topik dengan tanya jawab yang bersifat multi arah.
Ø  Life modeling memotivasi AK dalam pembahasan topik dan menyimpulkan mengenai topik yang telah dibahas.
Ø  Life modeling mengembalikan waktu kepada PK
Ø  PK secara cermat mengamati perkembangan AK selama proses pembahasan dan memberi ulasan mengenai topik yang telah dibahas.
4)      Tahap pengakhiran.
Ø  PK menjelaskan bahwa kegiatan bimbingan kelompok akan diakhiri, dalam hal ini memberi kesempatan AK setelah terkuras tenaga dan pikirannya dalam tahap kegiatan.
Ø  PK melakukan penilaian untuk mengetahui keberhasilan layanan dengan memberikan lembar penilaian segera (UCA) secara tertulis kepada AK.
Ø  PK menawarkan dan menstimuli AK untuk melakukan kegiatan lanjutan dengan kesepakatan pada saat itu.
Ø  PK mengucapkan Terimakasih atas kehadiran, perhatian, respon dan keterlibatan AK, khususnya peran life modeling dalam pada tahap sebelumnya.

Ø  Berdo’a, PK mengingatkan kembali berdo’a untuk menutup pertemuan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar